Sabtu, 10 Maret 2012

Cintaku Tak Se-Fitri Namamu


Entah apa yang harus aku katakan padanya jika dia tahu tentang perasaanku ini, ia pasti kecewa. Hubungan ini genap satu bulan ku lalui tanpa ada peraaan setitikpun buatnya meski aku tahu dia sangat mencintaiku dan tak ingin kehilanganku. Sungguh aku menyesal menjadikannya sebagai pelarianku. Karena dia adalah gadis baik-baik yang cintanya tulus untukku.
Tapi mau dikata apa ketika cinta tak juga menghampiri hatiku? Aku tak tega membiarkan cinta di hatinya tumbuh seiring bergulirnya waktu, namun akupun tak tega bila harus mengatakan sejujurnya apalagi harus meninggalkannya. Ahh..bodohnya aku yang memberi harapan padanya dan menjadikan dia kekasihku hingga membuatku terjebak dalam dilema yang kedua pilihan itu pasti membuat dia terluka, karena ku pikir tak akan separah ini jadinya.
“Yah, qo bengong? Kenapa?” dia datang mengagetkanku
“oh, enggak bun. Cuma bingung mikirin kerja” sambil ku tatap matanya yang sayu.
“anter aku ke kampus yuk!” giginya yang berjajar sambil tersenyum manis menggodaku.
“kamu mau ke kampus jam berapa bun?” tanyaku tanpa basa-basi
“ya sekarang laah” katanya
“boleh...” kataku menyanggupi dan kamipun pergi.
“Yah, aku rasa ada yang beda sama kamu. Kamu kenapa? Sakit?” tanyanya penasaran sambil mengeratkan pegangan di pinggangku.
“enggak, bun. Ayah biasa aja.”
“kalo ada apa-apa cerita ya. Siapa tau aku bisa membantu”
Aku hanya mengangguk. Ku rasakan tangannya menyentuh kupluk switerku dan menutupi leherku. Rupanya dia tak mau bulu kudukku kedinginan. Sungguh perhatian yang nyaman yang sebelumnya tak pernah ku dapatkan dari gadis-gadis lain.
      “Ayah udah makan?” tanyanya dengan suara yang khas.
“udah tadi pagi, bun” jawabku singkat. Lalu ku coba tanya balik.
“Bun, besok libur kan? Gimana kalau aku main ke rumahmu?” tanyaku berusaha menyenangkannya.
“Serius yah?” ku dengar senyumnya girang.
“Iya.” Kataku.
“Oh, boleh. Mau dimasakkin apa?”
“Jangan repot-repot. Aku hanya ingin mengenal orang tuamu.” Kataku setengah hati.
“Sungguh?” suaranya makin terdengar riang.
“iya bun” kataku.
      Aku jadi mengunjungi rumahnya. Saat ku datang, dia telah menyambutku dengan senyumannya yang berusaha melunturkan kebekuan di hatiku.
“Selamat datang yah!” katanya
Orang tuanya sudah ada menungguku, ohhh...semakin bingung jadinya kisahku ini. Entah mau ku apakan.
Bapaknya menghampiriku dan bertanya “Kamu serius dengan putri saya?”
Aduhh aku harus terpaksa berbohong. Maafkan aku, pak. Sebenarnya aku tak mencintai putri bapak. Aku hanya mengangguk saja.
      Setelah beberapa menit berbincang, kami ngobrol berdua. Dia yang memulainya.
“Ini bukti cinta aku buat kamu karena selama ini kamu sudah menyenangkan hatiku. Aku mohon, jangan tinggalkan aku. Karena aku sangat mengharapkanmu menjadi pendamping hidupku setelah wisudaku selesai...” matanya menyorotku dengan wajah yang memelas.
      Aku tak ingin berkutat dalam obrolan yang serius yang dapat menyeretku untuk berkata yang sebenarnya. Akupun mengalihkan pembicaraanku.
“Bun, aku paling suka kalau rekreasi ke wisata alam.” Sebisa mungkin ku alihkan agar dia tak membahas itu lagi.
“Oh ya? Aku juga suka..” huhh akhirnya beralih juga.
“Bun, tahun baru sebulan lagi. Maukah kamu menyaksikan sunset akhir taun di pantai pangandaran bersamaku?”
“Boleh yah, aku mau...”
“Deal ya, kita berangkat ke sana.”
“Iya...” dia tersenyum kembali. Ya Allah, dia begitu cantik dan baik hati. Tapi mengapa tak juga kau limpahkan rasa cinta itu padaku? Maafkan aku, bun. Maafkan aku..... hatiku meringis.
      Sebulan itu kami lalui bersama, tanpa ada rasa curiga dihatinya dan akupun berusaha keras untuk mencintainya, namun hasilnya nihil. Cinta itu belum juga datang padaku.
      Tiba saatnya tanggal 31 Desember 2011, aku menjemput dia ke rumahnya ditemani Revo-ku. Kamipun berangkat. Lagi-lagi, tangannya memeluk pinggangku hingga ke perut dan kali ini dia bersandar di pundakku.
“Yah, aku tak ingin kehilanganmu..” adduhhh...aku harus menjawab apa ya??
“Ia, bun. Aku juga tak ingin kehilanganmu. Aku juga mencintaimu.”
       Sebuah pernyataan dusta lagi-lagi terucap dari bibirku. Kata-kata manis yang sesungguhnya tidak sesuai dengan isi hatiku. Atau jangan-jangan dia sudah curiga akan perasaanku ini? Aku bodoh...bodoh...bodoh....
      Sunsetpun tiba, dia menatap sunset itu penuh tanda tanya dan harapan di hatinya.
“Yah, ku harap cinta kita abadi dan bertahan walaupun gelombang berusaha meluluh-lantakkan cinta kita. Ayah serius kan, mencintaiku?”
Aku berusaha lagi mengalihkan pembicaraannya, namun kali ini tak berhasil.
“Sunsetnya indah ya, aku suka.” Kataku
“Yah, aku serius bicara padamu tentang kita! Ayah sayang kan sama aku?” tanyanya dengan nada yang kesal dan sedikit meninggi.
Aku tak bisa berkata dan berbuat apa-apa. Rasanya mulutku teerkunci untuk berbohong lagi, aku hanya menunduk dan diam seribu bahasa.
“Ayah sayang kan sama aku?” nadanya lebih meninggi lagi tapi aku tetap membisu.
“Jawab yah....jawab... kamu denger kata-kata aku kan?” katanya. Matanya mulai berkaca-kaca.
      Aku harus jujur kali ini padanya, meski terasa pahit. Maafkan aku. Ku coba berkata.
“Maafkan aku, bun. Sebenarnya kujadikan engkau hanya sebagai pelarian saja, karena aku masih mencintai mantan kekasihku. Selama dua bulan kita jalani, sebenarnya tak ada cinta sedikitpun dalam hatiku untukmu meski aku sudah sekuat mungkin, cinta itu tetap tidak mau menghampiriku.” Kataku menggenggam erat kedua tangannya yang halus daan menatap matanya yang mulai berkaca-kaca.
“Jadi cintamu selama ini hanya keterpaksaan saja? Kamu jahat yah! Terus buat apa kamu panggil aku dengan sebutan bunda jika di hatimu tak ada aku?” diapun menangis, Fitriku menangis. Air matanya tumpah ruah membasahi pasir Pantai Pangandaran.
“Maafkan aku jika cintaku tak se-Fitri namamu, bunda...” kataku dengan lembut.
“Tinggalin aku sendiri!!!” Teriaknya
      Aku berusaha memeluknya dan menenangkan jiwanya yang mungkin hancur karena ulahku, namun dia memberontak dalam pelukanku.
“Pergi kamu, Farid.....pergi!!!” air matanya membasahi switer hitamku.
“Maafkan aku, bunda...” kataku.
Dia tersedu dan tetap memberontak dengan tangannya yang memukul rangkulanku.
“Aku yakin bahwa suatu saat nanti kamu akan mendapatkan jodoh yang lebih baik dari aku. Maafkan aku...” kataku.
      Penyesalanku berlipat ganda dan besarnyapun tiada terkira. Ini salahku. Aku tak akan menjadikan orang lain sebagai pelarianku lagi. Karena itu awal dari kedustaan. Diapun pergi meninggalkanku sendiri. Aku tahu, dia dan keluarganya kini pasti membenciku, aku terima konsekwensinya. Maafkan aku jika cintaku tak se-Fitri namamu.
 Jika kita lihat dari cerpen ini, hikmah yang kita ambil adalah janganlah kita memberi harapan bila dalam hati tidak ada cinta untuknya sebelum itu menyisakan luka dalam untuknya dan rasa bersalah bagi kita.

Sabtu, 03 Maret 2012

Upaya Hukum Tata Usaha Negara

A. Pengertian Upaya Hukum
     Upaya hukum adalah upaya/sarana untuk memperbaiki adanya kekeliruan pada putusan dan untuk memperbaiki putusan tersebut.

B. Jenis-jenis upaya hukum
    upaya hukum dibagi menjadi dua bagian, yakni upaya hukum biasa dan luar biasa.
*Upaya hukum biasa terdiri dari:
  a. perlawanan terhadap ketetapan dismissal ;
  b. Banding ;
  c. kasasi ;
*Upaya Hukum luar biasa terdiri dari:
  a. peninjauan kembali ;
  b. kasasi demi kepentingan hukum.

PENJELASAN

*Upaya Hukum Biasa
  a. Dismissal
      istilah prosedur dismissal hanya dapat ditemui dalam keterangan pemerintah di hadapan sidang paripurna DPR-RI yang mengantarkan RUU tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
  b. Banding
     # pemohon
        menurut pasal 122 PTUN bahwa yang dapat mengajukan banding adalah penggugat dan tergugat, adapun pihak ketiga yang dikabulkan pengadilan adalah penggugat intervensi.
    # putusan pengadilan
       menurut pasal 122, putusan yang dapat dipeeriksa di tingkat banding adalah putusan PTUN, putusan akhir maupun bukan putusan akhir.
   # tenggang waktu
      menurut pasal 23 ayat (1) UU PTUN, permohonan pemeriksaan di tingkat banding harus diajukan dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan PTUN diberitahukan secara sah pada penggugat dan teergugat.
  c. Kasasi
      kasasi adalah pembatalan putusan oleh Mahkamah Agung.
  # pemohon
     Pasal 44 (1) huruf a UU No. 14 Tahun 1985 bahwa pemohon kasasi adalah penggugat atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.
  # putusan pengadilan
     menurut pasal 131 ayat (1), putusan yang dapat diperiksa di tingkat kasasi adalah putusan tingkat terakhir pengadilan.
 # tenggang waktu
    menurut pasal 46 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985, permohonan pemeriksaan di tingkat kasasi harus diajukan dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan PT TUN diberitahukan kepada pemohon.

* Upaya Hukum Lur Biasa
   a. Peninjauan Kembali
       PK diatur dalam pasal 132 ayat (1) dan (2) UU PTUN
       #  ayat (1) beerbunyi:
       "terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diajukan permohonan peninjauan kembali pada Mahkamah Agung"
       # ayat (2) berbunyi:
       "acara pemeriksaan PK ini dilakukan menurut ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 77 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung"
   b. Kasasi Demi Kepentingan Hukum
      pemohon dari kasasi ini hanyalah jaksa agung dengan kepentingannya, penggugat atau teergugat tidak mempunyai hak dan permohonan kasasi inihanya dapat diajukan satu kali saja.

Literatur:
*R. Wiyono, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Hlm. 202
*Zairin Harahap, HAPTUN, Hlm. 165
*http://ptun-palangkaraya.go.id
*http://cakimptun4.wordpress.com
*http://id.netlog.com/m_ibadur-rahman/blog/blogid=12684

Dikutip dari: veethrylupphly.blogspot.com
Semoga bermanfaat :)