Minggu, 27 Mei 2012

RESUME HAKI abdulkadir muhammad


BAB 1
KONSEP, LINGKUP, DAN
SUMBER HUKUM KEKAYAAN INTELEKTUAL

A.    KONSEP HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Dalam literatur hukum Anglo Saxon istilah intelellectual property rights. Istilah hukum tersebut di terjemahkan je dalam bahasa Indonesia menjadi dua macam istilah hukum. Hak milik intelektual dan hak kekayaan intelektual. Perbedaan terjemahan tersebut terletak pada property  kata tersebut memang dapat diartikan sebagai kekayaan dapat juga sebagai milik. Pembentukan undang-undang menggunakan istilah kekayaan intelektual sebagai istilah resmi dalam perundang-undangan Indonesia.

B.     LINGKUP HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Menurut Anglo saxion, hak kekayaan intelektual di klasifikasikan menjadi hak cipta (copyright) dan hak milik perindustrian (industrial property rights). Menurut convention Establising the world Intellectual property organization (WIPO), hak milik perindustrian diklasifikasikanmenjadi :
1.      Paten (patent);
2.      Model dan rancang bangun (utility models);
3.      Desain industri (indusrial design);
4.      Merek dagang (trade mark);
5.      Nama dagang (trade name);
6.      Sumber tanda atau sebutan asal (indication of sour or appellation of origin).

C.    SUMBER HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Setelah menjadi anggota penanda tangan Uruguay round Indonesia kini sudah memiliki hak kekayaan intelektual yang diatur, dengan undang-undang yang meliputi:
1.      Hak cipta diatur Undang-undang nomor 19 tahun 2002;
2.      Paten diatur oleh undang-undang nomor 14 tahun 2001;
3.      Merek  diatur oleh undang-undang nomor 15 tahun 2001;
4.      Perlindungan varietas tanaman diatur oleh undang-undang nomor 29 tahun 2000;
5.      Rahasia dagang diatur undang-undang nom or 30 tahun 2000;
6.      Desain industri diatur dengan undang-undang nomor 31 tahun 2000;
7.      Desain tata letak sirkuit terpadu diatur dengan undang-undang nomor 32 tahun 2000
BAB 2
ARTI PENTING
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

A.    BUKTI PENGUASAAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI (IPTEK)
        Hak kekayaan Intelektual (HKI) merupakan hasil proses kemampuan berpikir yang dijelmakan ke dalam suatu bentuk Ciptaan atau Invensi. Ciptaan atau Invesi tersebut merupakan milik yang diatasnya melekat suatu hak yang bersumber dari akal (intelek). Upaya menghasilkan Ciptaan atau Invensi dapat pula dilakukan dengan cara memodifikasi Ciptaan atau Invensi yang kemudian didaftarkan untuk memperoleh pengakuan sebagai Hak Cipta baru atau Paten baru. Sebagai contoh yaitu:
1.      Novel (Hak Cipta asal) dimodifikasi menjadi sinetron (Hak Cipta Kaitan);
2.      Mangkuk merah (Hak Cipta asal dimodifikasi menjadi cap mangkuk merah merek suatu produk (Hak Cipta Kaitan);
3.      Paku lurus (Paten asal) dimodifikasi menjadi paku lurus dengan sekrup yang daya tancapnya lebih kuat (Paten baru).

B.     SUMBER KEKAYAAN MATERIAL
      Hak Kekayaan Intelektual merupakan sumber kekayaan material bagi pemiliknya karena mempunyai nilai ekonomi. Dalam kegiatan industri dan perdagangan, keuntungan ekonomi tidak hanya dapat dinikmati oleh pemilik, tetapi juga oleh pihak lain. Cara memperoleh keuntungan ekonomi tersebut sebagai berikut:
1.      Hak Kekayaan Intelektual digunakan untuk menjalankan suatu bisnis tertentu bagi pemiliknya sendiri, misalnya Merek Dagang/Jasa;
2.      Hak Kekayaan Intelektual diwujudkan dalam bentuk dalam bentuk Model dan Rancang Bangun suatu produk industri kemudian dipasarkan kepada para konsumen, misalnya karya arsitektur dan bangunan rumah;
3.      Hak Kekayaan Intelektual dialihkan penggunaan/pemanfaatannya kepada pihak lain melalui lisensi (izin) sehingga pemilik memperoleh keuntungan ganda, misalnya Hak Cipta dilisensikan kepada Produser.

C.    BASIS INDUSTRI DAN PERDAGANGAN MODERN
      Hak Kekayaan Intelektual merupakan basis industri modern. Dikatakan basis karena Hak Kekayaan Intelektual menjadi dasar pertumbuhan industri secara modern yang bersumber pada Invensi baru, teknologi canggih, kualitas tinggi, dan berstandar mutu. Hak Kekayaan Intelektual juga merupakan basis perdagangan modern. Dikatakan basis karena Hak Kekayaan Intelektual menjadi dasar perkembangan perdagangan modern yang menggunakan Merek Terkenal sebagai goodwil, lambang kualitas dan standar mutu, sarana menembus segala jenis pasar, diperdagangkan dengan jaminan, guna menghasilkan keuntungan besar.
     
D.    STRATEGI KEKUATAN NASIONAL
      Kekuatan nasional suatu negara bergantung juga pada kemajuan dan kemampuan menghasilkan Hak Kekayaan Intelektual. Hal ini telah dibuktikan oleh negara-negara maju (developed countries) sejak sebelum Perang Dunia II telah mempersiapkan diri menjadi negara kuat (superpower) dengan mengandalkan strategi utama, yaitu penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jika ingin menjadi negara superpower, kuasailah ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sumber Ciptaan dan Invensi Hak Kekayaan Intelektual. Pengembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi telah dibuktikan oleh Jerman dan Jepang hingga meletusnya Perang Dunia II.

E.     ASPEK HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
      Aspek hukum Hak Kekayaan Intelektual bermula dari hasil kemampuan berpikir (daya cipta). Hasil kemampuan berpikir tersebut berupa ide hanya dimiliki oleh Pencipta atau Inventor secara khusus (exclusive) yang kemudian diwujudkan dalam bentuk Ciptaan atau Invensi.
      Hak Kekayaan Intelektual bersumber pada dua jenis hubungan hukum, yaitu hubungan hukum karena ketentuan undang-undang dan karena perjanjian antara pemilik hak dan penerima hak. Pembentuk undang-undang mengatur Hak Kekayaan Intelektual mengingat arti pentingnya sebagai kekayaan yang bernilai ekonomi bagi pemiliknya yang patut dilindungi.








BAB 3
HAK EKONOMI, HAK MORAL, DAN FUNGSI SOSIAL

A.    HAK EKONOMI
Hak Ekonomi (economic right) adalah hak untuk memperoleh keuntungan ekonimi atas kekayaan intelektual. Hak ekonimi merupakan keuntungan sejumlah uang yang diperoleh karena penggunaan sendiri Hak Kekayan Intelektual atau pengunaan pihak lain berdasarkan lisensi.
Pada Paten dan Merek, jenis Hak Ekonomi sangatlah terbatas. Hak Ekonomi pada Pten hanya dibai menjadi dua jenis yaitu hak penggunaan sendiri dan penggunaan melalui lisensi tanpa variasi lain. Sedangkan pada Merek, Hak Ekonomi dibai menjadi tiga jenis, diantaranya hak pengguna sendiri, pengunaan mengunakan lisensi merek dagang, dan lisensi merek jasa tampa variasi lain.

B.     HAK MORAL
Selain Hak Ekonomi dalam Hak Kekayaan Intelektual adapula aspek lain yaitu Hak Moral. Yang dimaksud denan Hak Moral adalah hak yang melindungi kepentingan pribadi tau reputasi Pencipta atau investor.
Hak Moral berasal dari Hukum Eropa Kontinental. Menurut konsep hukum ini, Hak pengarang terdiri atas Hak Ekonomi dan Hak Moral, Hak Ekonomi untuk emdapatkan keuntungan yang bernilai sedangkan Hak Moral yang menyankut atas reputasi sang Pencipta (Djumhana cs, 1997).

C.    FUNGSI SOSIAL
Menurut sistem hukum Indonesia, setiap hak milik mempunyai fungsi sosial beitu juga Hak Atas Kekayaan Intelektual. Fungsi sosial tersebut memliki makna bahwa hak milik di sampin intuk kepentingan pribadi pemiliknya, mempunyau peran atau kepentingan umum. Kepentingan umum merupakan pembatasan terhadap penggunaan hak milik pribadi yang diataur dengan unadang-undang





BAB 4
KONVENSI INTERNASIONAL
TENTANG HAK KEKAYAAN INTERNASIONAL

A.    Tujuan Konvensi Internasional
Penggunaan Hak Kekayaan Intelektual melintasi batas negara-negara mulai terjadi menjelang akhir abad ke-19. Hal ini mengakibatkan perlunya perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual tidak hanya secara bilateral, tetapi juga secara multilateral atau secara global. Untuk memberikan perlindungan tersebut, maka dilakukan upaya bersama antar negara dengan membentuk beberapa konvensi internasional sebagai berikut:
1.      International convention foe the protection of industrial property right di bidang hak milik perindustrian pada tahun 1883 yang ditandatangani di Paris pada tanggal 20 Maret 1883. Konvensi ini terkenal dengan sebutan Konvensi Paris (Paris Convention);
2.      International convention for the protection of literaty and artistic works di bidang hak cipta pada tahun 1886 yang ditandatangani di Bern pada tanggal 9 September 1886. Konvensi ini terkenal dengan sebutan Konvensi Bern (Bern Convention).

B.     Konvensi Hak Milik Perindustrian
1.      Konvensi Paris
Konvensi Paris merupakan konvensi pertama yang mengatur hak milik perindustrian, yang meliputi paten, merek, dan desain industry. Konvensi Paris memuat tiga bagian penting yaitu:
a.       Ketentuan-ketentuan pokok mengenai prosedur, antara lain prosedur menjadi anggota uni;
b.      Prinsip-prinsip yang  menjadi pedoman wajib negara anggota uni, antara lain perlakuan kesamaan hak nasional (national treatment);
c.       Ketentuan-ketentuan mengenai materi hak milik perindustrian yang meliputi paten, merek, dan desain industry, antara lain hak prioritas dalam perlindungan paten, lisensi wajib pada paten.
2.      Perjanjian kerja sama paten
Tujuan kerja sama internasional paten adalah untuk memperoleh perlindungan paten di beberapa negara penanda tangan perjanjian kerja sama. Untuk memperoleh perlindungan, pemilik paten harus mengajukan permohonan kepada setiap negara di mana perlindungan itu diperlukan. Kantor Paten Nasional masing-masing negara harus melaksanakan penelitian terhadap permohonan perlindungan paten.
3.      Konvensi Strasbourg
Pada tahun 1954 Dewan Eropa mengadakan konvensi mengenai klasifikasi tersebut. Klasifikasi itu telah diterima dengan baik, tetapi Dewan Eropa tidak mempunyai sarana yang cukup untuk menjaga klasifikasi agar tetap mutakhir. Oleh karena itu, diangap lebih baik jika klasifikasi itu dikelola oleh WIPO.
4.      Konvensi Paten Eropa
Konvensi ini diadakan pada tahun 1973 dan berlaku di tiga belas negara Eropa. Konvensi ini bertujuan untuk menciptakan Paten Eropa yang dapat diperoleh berdasarkan permohonan dan berlaku dengan menerapkan persyaratan yang sama seperti paten nasional di Negara di mana perlindungan itu dimintakan.
5.      Konvensi Budapest
Konvensi ini diadakan pada tahun 1977 dan kemudian direvisi pada tahun 1980. Konvensi ini berkenaan dengan paten penggunaan jasad renik baru. Bagi seorang inventor, apabila patennya ingin mendapattkan perlindungan internasional, dia harus menyerahkan contoh jasad renik yang bersangkutan  di Negara yang dimintakan perlindungan. Masalah ini diselesaikan oleh Konvensi Budapest yang memungkinkan untuk menyerahkan penyimpanan (deposit) tunggal jasad Badan Penyimpanan Internasional (International Depository Board). renik tersebut kepada
6.      Perjanjian Merek
Selain menggunakan konvensi Paris, bidang merek juga membentuk bermacam perjanjian internasional, yaitu:
a.       Perjanjian Madrid 1891: Madrid Agreement Concerning Repression of False Indications of Origin;
b.      Perjanjian Madrid 1891: Madrid Agreement Concerning the International Registration of Trademarks;
c.       Perjanjian Den Haag 1925: Tha Hague Arrangemnet Concerning the International Deposit of Industrial Pattern anf Design;
d.      Perjanjian Lisabon 1938: Lisabon Agreement Concerning the Protection and the International Registration of Declaration of Origin;
e.       Perjanjian Nice 1957: Nice Agreement Concerning the International Classification of Goods and Services to which Trademarks Apply.

C.    Konvensi Hak Cipta
1.      Konvensi Bern
Konvensi Bern mengatur tentang perlindungan karya sastra dan seni, ditandatangani di Bern pada tanggal 9 September 1886. Konvensi ini mengalami beberapa kali revisi, yaitu:
a.       Di Paris tanggal 4 Mei 1896;
b.      Di Berlin tanggal 13 November 1908;
c.       Di Bern tanggal 24 Maret 1914;
d.      Di Roma tanggal 2 Juli 1928;
e.       Di Brussel tanggal 26 Juni 1948;
f.       Di Stockholm tanggal 14 Juli 1967;
g.      Di Paris tanggal 24 Juli 1971.
Objek perlindungan hak cipta dalam konvensi ini terdiri dari karya sastra, ilmu, dan seni. Di samping karya asli dari pencipta pertama, dilindungi juga karya-karya kaitan (salinan) seperti terjemahan, saduran, aransemen music, dan karya fotografis.
2.      Konvensi Jenewa
Pada tanggal 6 September 1952 ditandatangani Konvensi Jenewa tentang Hak Cipta Universal yang terkenal dengan Universal Copyright Convention yang mulai berlaku pada tanggal 16 September 1955. Tujuannya memberikan perlindungan hak cipta secara universal.
3.      Konvensi khusus
Beberapa konvensi yang khusus mengatur satu aspek saja dari hak cipta. Konvensi-konvensi tersebut adalah:
a.       Konvensi Strasbourg 1960 tentang European Agreement on the Protection of Television Broadcast.
b.      Konvensi Roma 1961 tentang International Convention protection for Performers, Procedurs of Phonograms and Broadcasting Organization.
c.       Konvensi Roma 1961 tentang Convenntion for the Protection of Phonograms Against Unauthorized Duplication of Their Phonograams.
d.      Konvensi Wina 1973 tentang Agreement for the Protection of Type Faces and Their International Deposit.
e.       Konvensi Brussel tahun 1974 tentang The Distribution of Programme Carrying Signals Transmitted by Satelite.
4.      Putaran Uruguay
Di Uruguay diadakan perundingan antara Negara-negara anggota GATT guna membahas masalah-masalah yang berkenaan dengan perdagangan internasional termasuk juga hak kekayaan intelektual. Skhirnya dengan kesepakatan diterima naskah Final Act Uruguay Round pada tanggal 15 Desember 1993 yang mengakhiri perundingan Putaran Uruguay.
BAB 5
PUTARAN URUGUAY DAN
ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA

A.    Putaran Uruguay
Putaran Uruguay adalah rangkaian perundingan perdagangan multilateral antara wakil-wakil Negara peserta dan masyarakat Eropa. Setelah perundingan berlangsung selama tujuh tahun, naskah Persetujuan Akhir (final act) Putaran Uruguay diterima dengan kesepakatan pada tanggal 15 Desember 1993 dan secara resmi menandatangani oleh wakil-wakil peserta putaran Uruguay di Marakesh. Persetujuan Akhir Putaran Uruguay yang memuat hasil-hasil perundingan perdagangan multilateral meliputi Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia disertai empat lampiran sebagai bagian tak terpisahkan dari persetujuan tersebut.

B.     Persetujuan Akhir Putaran Uruguay
Dengan menandatangani persetujuan akhir ini, wakil-wakil setuju :
1.      Menyampaikan sebagaimana seharusnya, Persetujuan Organisasi Perdagangan Dunia untuk mendapat pertimbangan lembaga yang berwenang masing;
2.      Menerima deklarasi dan Keputusan Tingkat Menteri.
Para wakil setuju terhadap keinginan semua peserta Putaran Uruguay dari Perundingan Perdagangan Multilateral untuk menerima Persetujuan Organisasi Perdagangan Dunia (selanjutnya disebut peserta) dengan maksud untuk memberlakukannya dimulai tanggal 1 Januari 1995 atau sesegera mungkin sesudahnya.

C.    Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia
Berdasarkan hasil perundingan Putaran Uruguay yang disepakati dalam The Agreement Establishing the World Trade Organization, maka dibentuk Organisasi Perdagangan Dunia.







BAB 6
ASPEK-ASPEK DAGANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

A.    PRINSIP-PRINSIP DASAR
Kaitannya dengan konvensi-konvensi tentang hak kekayaan intelektual, negara anggota wajib mematuhi ketentuan dalam Pasal 1 sampai 12 dan Pasal 19 Konvensi Paris tahun 1967. Setiap negara anggota wajib memberikan perlindungan yang sama terhadap Hak Kekayaan Intelektual  warga negara anggota lain, sebagaimana kepada warganya sendiri dengan memperhatikan pengecualian yang telah diatur dalam Konvensi Paris, Konvensi Bern, Konvensi Roma, dan perjanjian tentang Hak Kekayaan Intelektual atas Rangkaian Elektronik Terpadu. Namun, negara anggota dapat memanfaatkan pengecualian yang disebut dalam ayat (1), dalam kaitannya dengan prosedur peradilan dan administrasi.

B.     STANDAR PEMBERIAN DAN PENGGUNAAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
1.      Hak Cipta dan Hak-Hak Terkait Lainnya
Negara anggota wajib memenuhi ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Konvensi Bern. Akan tetapi, negara anggota tidak mempunyai hak ataupun kewajiban berdasarkan persetujuan ini, sepanjang mengenai hak-hak yang diperoleh berdasarkan Pasal 6 bis konvensi tersebut atau hak-hak yang timbul daripadanya. Perlindungan hak cipta meliputi expressions dan tidak dapat meliputi ide prosedur, metode kerja, atau konsep matematik sejenisnya (Pasal 9 TRIPs: kaitan dengan Konvensi Bern).
Negara anggota dapat melaksanakan haknya yang diberikan, yakni mengenai persyaratan, pembatasan, pengecualian dan reservasi berdasarkan Konvensi Roma.
2.      Merek Dagang
Setiap lambang atau kombinasi dar beberapa lambang, yang mampu membedakan barang atau jasa suatu usaha dari usaha lain, dapat menjadi merek dagang. Termasuk nama pribadi, huruf, angka, unsur figur dan kombinasi dari beberapa warna dapat didaftarkan sebagai merek dagang.
Negara anggota dapat mensyaratkan pendaftaran suatu merek dagang dengan penggunaannya. Akan tetapi, penggunaan merek dagang secara nyata tidak dapat digunakan sebagai syarat pengajuan permintaan pendaftarannya. Sifat barang dan jasa untuk merek dagang tidak dijadikan hambatandalam suatu merek dagang. Negara anggota wajib mengumumkan setiap merek dagang, baik sebelum maupun sesudah didaftarkan, dan wajib menyediakan kesempatan untuk mengajukan sanggahan terhadap pendaftaran tersebut. Negara angota juga dapat memberi kesempatan bagi pihak yang mengajukan permintaan pendaftaran untuk melakukan perlawanan terhadap sanggahan tersebut.
3.      Indikasi geografis
Indikasi geografi adalah tanda yang identifikasi suatu barang sebagai berasal dari wilayah salah satu Negara anggota atau suatu daerah didalam wilayah tersebut dimana tempat asal barang tersebut merupakan hal yang sangat penting bagi reputasi orang yang bersangkutan karena kualitas dan karakteristiknya sehubungan dengan indikasi geografis Negara anggota wajib menyediakan sarana hukum untuk pihak yang berkepentingan.
4.      Desain Industri
Negara anggota wajib memberikan perlindungan terhadap karya cipta yang berupa desain industry yang baru atau asli. Pemilik suatu desain indistri yang dilindungi mempunyai hak untuk mencegah pihak ketiga yang tidak memperoleh izin darinya untuk membuat, menjual, atau mengimport benda yang memuat desain yang merupakan salinan atau secara substiyansi merupakan salinan dari desain yang dilindungi jika tindakan-tindakan tersebut dilakukan unuk tujuan komersial.
5.      Paten
Paten memberikan untuk semua invensi, baik dalam bentuk produk maupun proses, dalam semua bidang  teknologi sepanjang invensi yang bersangkutan baru. Negara anggota dapat juga menetapkan bahwa hal-hal berikut tidaj diberikan paten :
a.       Metode pemeriksaan/ analisis pengobatan/penyembuhan. Operasi untuk menangani manusia dan hewan;
b.      Tumbuhan dan hewan selain jasad renik ,dan proses biologis untuk memproduksi tumbuhan atau hewan selain proses non biologis dan mikrobiologis.
Jangka waktu perlindungan yang diberikan tidak boleh dari dua puluh tahun terhitung sejak tanggal permohonan paten (pasal 33 TRIP’s jangka waktu perlindungan). Dalam kaitannya dengan gugatan perdata sehubungan dengan adanya pelanggaran terhadap hak pemiliknya.
6.      Desain Layout Rangkaian Elektronik Terpadu
Negara anggota sepakat untuk memberikan perlindungan terhadap desain layout (topografi) rangkaina elektronik terpadu (selanjutnya disebut desain layout) sesuai dengan ketentuan pasal 2 sampai dengan pasal 7.  Apabila Negara anggota mewajibkan pendaftaran sebagai syarat untuk memperoleh perlindungan , jangka waktu perlindungan terhadap desain layout berlangsung sekurang-kurangnya sepuluh tahun terhitung sejak tanggal pengajuan  permintaan pendaftaran atau sejak eksploitasi secara komersial utuk pertama kali terjadi dimana pun hal tersebut berlangsung.
7.      Informasi yang Dirahasiakan
Dalam rangka menjamin perlindungan yang fektif untuk melawan persaingan curang, Negara anggota wajib memberikan pelindungan terhadap informasi yang dirahasiakan dan terhadap data yang diserahkan kepada pemerintah. Negara anggota wajib menyediakan sarana yang memungkinkan perseorangan atau badan hukum untuk mencegah di umumkan. Praktik komersial yang jujur sepanjang informasi yang besangkutan:
a.       Merupakan rahasia baik yang mempunyai bentuk tertentu maupun dalam wujud konfigurasi dari gabungan komponen-komponennya;
b.      Telah ditandatangani sedemikian rupa oleh pihak yang secara sah menguasai agar terjaga kerahasiaannya (pasal 39 TRIP’s).
8.      Pengendalian Praktik Persaingan Curang
Negara anggota sepakat bahwa beberapa praktik perlisensian atau persyaratan yang berkaitan dengan hak kekayaan intelektual yang menghambat persaingan dapat berakibat tidak  baik terhadap perdagangan dan dapat menghambat proses alih dan penyebaran teknologi. Tidak satupun ketentuan dalam persetujuan ini yang menghalangi negara anggota untuk menetapkan dalam peraturan perundang-undangan nasionalnya praktik perlisensian atau persyaratan yang dalam hal tertemtu merupakan penyalahgunaan hak kekayaan intelektual yang berakibat tidak baik terhadap persaingan dalam pasar terkait.

C.    PENEGAKAN HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
1.      Kewajiban Umum
Negara anggota wajib mejamin bahwa prosedur penegakan hukum yang ditentukan dalam bab ini tersedia dalam hukum nasionalnya dalam rangka memungkinkan dilakukannya gugatan secara efektif terhadap setiap pelanggaran hak kekayaan intelektual yang diatur dalam persetujuan ini, termasuk upaya singkat untuk mencegah terjadinya pelanggaran dan upaya yang dapat membuat jera pelanggar yang lain.
2.      Prosedur Perdata dan Administratif
Negara anggota wajib menyediakan prosedur peradilan perdata bagi pemegang hak sehubungan dengan penegakan hukum hak kekayaan intelektual  yang dicakup oleh  persetujuan ini. Tergugat berhak untuk memperoleh dalam waktu singkat pemberitahuan tertulis yang memuat secara cukup detail mengenai gugatan, termasuk mengenai dasar gugatan.  Badan peradilan berwenang untuk memerintahkan pihak pelanggar agar membayar ganti rugi kerugian yang memadai kepada pemegang hak sehubungan dengan kerugian yang diderita oleh yang bersangkutan.

D.    MEMPEROLEH DAN MEMPERTAHANKAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Dalam hal untuk memperoleh hak kekayaan intelektual, bergantung pada pemberian atau pendaftarannya, Negara anggota wajib menjamin bahwa prosedur pemberian atau pendaftaran dimaksud, sepanjang dipenuhi persyaratan substansi untuk memperoleh hak yang bersangkutan, memungkinkan pemberian atau pendaftaran hak tersebut dalam waktu yang wajar agar pengurangan secara tidak bertanggung jawab atas masa perlindungan dapat dihindarkan. Prosedur untuk memperoleh atau mempertahankan hak kekayaan intelektual serta apabila hukum nasional mengaturnya, ketentuan mengenai pembatalan secara administrative dan prosedur inter partes, seperti pengajuan keberatan, pencabutan dan pembatalan tunduk pada prinsip-prinsip  umum .

E.     PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA
1.      Transparansi
Negara anggota wajib untuk membeberkan informasi yang dapat menghambat penegakan hukum atau bertentangan dengan kepentingan umum atau mengurangi kepentingan  sah dari perusahaan besar tertentu, baik publik maupun perdata.
2.      Penyelesaian Sengketa
Dewan TRIP’s wajib mempelajari lingkup dan modalitas untuk keberatan-keberatan , kemudian wajib menyampaikan rekomendasi untuk disetujui dalam pertemuan tingkat menteri. Setiap keputusan pertemuan tingkat mentri untuk menyetujui  rekomendasi dimasdu atau untuk memperpanjang jangka waktu tersebut dilakukan atas dasar consensus.

F.     KETENTUAN PERALIHAN
1.      Masa Peralihan
Anggota yang merupakan Negara berkembang diwajibkan oleh persetujuan ini untuk memperluas perlindungan objek paten sehingga mencakup bidang teknologi  yang tidak dilindingi di wilayahnya pada tanggal berlakunya persetujuan ini, maka Negara yang bersangkutan dapat menunda pelaksanaan.
2.      Negara Tertinggal
Dengan meperhatikan kebutuhan dan persyaratan khusu baginya keadaan ekonominya, hambatan finasial dan administratifnya. Dewan TRIP’s wajib, atas permohonan Negara anggota yang merupakan Negara tertinggal, untuk menyutujui perpanjangan jangka waktu tersebut. Anggota yang merupakan Negara maju wajib menyediakan kemudahan/insentif kepada perusahaan besar dan institusi yang berada dalam wilayah mereka.
3.      Kerja sama teknik
Dalam rangka mendukung pelaksanaan persetujuan ini, anggota yang merupakan negaa maju wajib memberikan, atas dasr permohonan dan persyaratan yang disetujui bersama, kerja sama teknik dan financial yang menguntungkan  Negara anggota yang merupakan Negara berkembang dan Negara tertinggal. Kerja sama dimaksud mencakup bantuan dalam penyiapan peraturan perundang-undangan nasional tentang perlindungan dan penegakan hukum hak kekayaan intelektual.

G.    KELEMBAGAAN DAN PENUTUP
1.      Dewan Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIP’S)
Dewan TRIP’s mengawasi pelaksanaan persetujuan ini dan secara khusus, pemenuhan kewajiban oleh Negara anggota, dan wajib menyediakan kesempatan bagi Negara anggota untuk membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan TRIP’s. dewan wajib melaksanakan tanggung jawab lain yang ditetapkan oleh Negara anggota dan terutama wajib memberikan bantuannya dalam rangka penyelesaian sengketa.
2.      Kerjasama Internasional
Anggota bersepakat untuk bekerja sama satu-sama lain dengan tujuan untuk menghapus kegiatan perdagangan internasional  atas barang-barang hasil pelanggaran hak kekayaan intelektual. Untuk itu, akan dibentuk dan menotifikasikan lembaga tertentu dalam pemerintahan masing-masing sebagai contact point dan siap untuk saling menukar  informasi mengenai perdagangan barang hasil penyelenggaraan hak kekayaan intelektual. Mereka wajib, terutama meningkatkan saling tukar informasi dan kerjasama di antara otoritas pabeaan mengenai perdagangan barang hasil pelanggaran (pasal 69 TRIP’s).
3.      Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual yang Telah Ada
      Tidak ada satupun kewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap hal-hal yang telah menjadi milik umum pada tanggal berlakunya persetujuan ini bagi Negara anggota. Sehubungan dengan tindakan-tidakan mengenai objek tertentu yang mengandung hal-hal yang dilindungi yang kemudian menjadi tindak pelanggaran berdasrkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
BAB 7
REVISI DAN PENGEMBANGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

A.    DASAR HUKUM
Indonesia menandatangani Uruguay Round 1994 terikat dengan persetujuan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) dan persetujuan mengenai Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual (Trade Relared Aspects of Intelletual Property Rights). Kedua persetujuan multilateral tersebut menjadi dasar dan sekaligus pendorong bagi Indonesia untuk menyesuaikan Hak Kekayaan Intelektual yang sudah ada dan mengembangkan bidang Hak Kekayaan Intelektual.

B.     BIDANG HAK CIPTA
Jika Pencipta itu manusia pribadi perseorangan, ciptaannya itu menjadi milik sendiri. Akan tetapi, jika Pencipta itu terdiri atas beberapa orang secara bersama-sama, ciptaan mereka itu menjadi milik bersama.  Jika suatu ciptan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai Pencipta adalah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesauan seluruh ciptaanya itu. (Pasal 6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002).

C.    BIDANG MEREK
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Fungsi Merek sebagai adalah sebagai tanda Pengenal untuk membedakan produk perusahaan yang satu dengan produk perusahaan yang lain (product identity), sarana promosi dagang (means of trade promotion), jaminan atas mutu barang atau jasa (quality guarantee) dan Penunjukan asal barang atau jasa yang dihasilkan (source of origin).

D.    Bidang Paten
Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 bahwa :
“Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada Inventor atas hasil Invensi di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensi tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan.”

BAB 8
PERLINDUNGAN HUKUM
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

A.    DOKTRIN PERLINDUNGAN HUKUM
Perlindungan hukum berlangsung selama jangka waktu yang ditentukan dalam sertifikat pendaftaran sesuai dengan bidang dan klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual yang bersangkutan. Apabila ingin menikmati manfaat ekonomi dari Hak Kekayaan orang lain, dia wjib memperoleh izin tertulis dari orang yang berhak. Penggunaan Hak Kekayaan Intelektual dengan tanpa izin tertilis dari pemiliknya, atau dengan memalsukan, atau meniru, atau mengambil Hak Kekayaan Intelektual orang lain, hal itu merupakan perbuatan tercela yang digolongkan sebagai perbuatan melanggar hukum (illegal action).

B.     SISTEM PERLINDUNGAN HUKUM
1.      Subjek Perlindungan
Subjek yang dimaksud adalah pihak pemilik atau pemegang hak, aparat penegak hokum, pejabat pendaftaran, dan pelanggar hukum.
2.      Objek Hukum Perlindungan
Objek yang dimaksud adalah semua jenis Hak Kekayaan Intelektual yang diatur oleh Undang-undang, yaitu hak cipta, merek, paten, Desain Industri, Rahasia Dagang, Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Perlindungan Varietas Tanaman.
3.      Perbuatan Hukum Perlindungan
Hak Kekayaan Intelektual yang dilindungi hanyalah yang sudah dilakukan pendaftaran dan dibuktikan dengan sertifikat pendaftaran, kecuali apabila Undang-undang mengatur lain, seperti Hak Cipta boleh tidak didaftarkan menurut Undnag-undang Nomor 19 Tahun 2002.
4.      Jangka Waktu Perlindungan
Jangka waktu yang dimaksud adalah lamanya Hak Kekayaan Intelektual itu dilindungi oleh undang-undang; Hak Cipta selama hidup ditambah 50 tahun sesudah menunggal; Merek 10 tahun; Paten 20 tahun; Desain Industri 10 tahun; Rahasia Dagang tanpa batas; Sirkuit Terpadu 10 tahun; dan Varietas Tanaman 20-25 tahun.
5.      Tindakan Hukum Perlindungan
Apabila terbukti telah terjadi pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual, pelanggar harus dihukum, baik secara pidana maupun perdata atau secara administratif.

C.    UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM
1.      Sistem Konstitutif
Setiap Hak Kekayaan Intelektual wajib didaftarkan. Pendaftaran yang memenuhi persyaratan undang-undang merupakan pengakuan dan pembenaran atas Hak Kekayaan Intelektual seseorang yang dibuktikan dengan Sertifikat Pendaftaran sehingga memperoleh perlindungan hukum pendaftaran adalah bentuk perlindungan hukum yang menimbulkan kepastian hukum. Perlindungan hukum atas Hak Kekayaan Intelektual karea adanya keharusan pendaftaran disebut sistem konstitutif (first to file system).
2.      Sistem Deklaratif
Sebagai sistem konstitutif adalah sistem deklaratif (first to use system), sistem ini tidak mewajibkan pemilik untuk mendaftarakan Hak Kekayaan Intelektualnya. Sistem deklaratif memberikan perlindungan hukum kepada pencipta/pemakai pertama Hak Kekayaan Intelektual.
3.      Perubahan Deklaratif dari Sistem Deklaratif ke Sistem Konstitutif
Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang 15 Tahun 2001 tentang Merek dinyatakan bahwa perubahan dari sistem deklaratif  ke sistem konstitutif lebih menjamin kepastian hukum daripada sistem deklaratif. Sistem deklaratif yang mendasarkan pada perindungan hukum bagi mereka yang menggunakan merek terlebih dahulu selain kurang menjamin kepastian hukum, juga menimbulkan persoalan dan hambatan dalam dunia usaha.
4.      Penentuan Masa Perlindungan
Menurut ketentuan Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual, setiap Hak Kekayaan Intelektual ditentukan masa perlindungannya. Selama masa erlindungan tersebut, Hak Kekayaan Intelektual yang bersangkutan tidak boleh digunakan oleh pihak lain tanpa izin pemilik/pemegangnya. Masa perlindungan setiap bidang Hak Kekayaan Intelektual tidak sama. Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menentukan masa perlindungna selama hidup pencipta ditambah lima puluh tahun setelah meninggal dunia.
5.      Penindakan dan Pemulihan
Setiap pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual akan merugikan pemilik/pemegangnya dan atau kepentingan umum/Negara. Pelaku pelanggaran tersebut harus ditindak dan memulihkan kerugian yang diderita oleh pemilik/pemegang hak atau Negara. Penindakan dan pemulihan terdebut diatur oleh Undang-Undnag bidang Hak Kekayaan Intelektual.

                                                               

BAB 9
PENDAFTARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

A.    ARTI DAN TUJUAN PENDAFTARAN
Pendaftaran adalah perbuatan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual suatu negara dan konvensi-konvensi internasional tentang Hak Kekayaan Intelektual. Dalam sektor intelektual, pendaftaran adalah kegiatan pemeriksaan dan pencatatan setiap Hak Kekayaan Intelektual seseorang oleh pejabat pendaftaran, dalam buku daftar yang disediakan untuk itu, berdasarkan permohonan pemilik/pemegang hak, menurut syarat-syarat dan tata cara yang diatur undang-undang, dengan tujuan untuk memperoleh kepastian status kepemilikan dan perlindungan hukum. Sebagai bukti pendaftaran, diterbitkan Sertifikat Hak Kekayaan Intelektual.

B.     PENDAFTARAN CIPTAAN
Pendaftaran ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan dilakukan atas permohonan yang diajukan oleh pencipta atau kuasanya. Permohonan ini diajukan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan surat rangkap dua yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan disertai biaya pendaftaran dan contoh ciptaan atau penggantinya.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual menyelenggarakan pendaftaran ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan dan pengumuman resmi tentang pendaftaran itu. Daftar Umum Ciptaan itu dapat dilihat oleh semua orang tanpa dipungut biaya di Kantor Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.

C.    PENDAFTARAN MEREK
1.      Permohonan Pendaftaran Merek
Permohonan pendaftaran merek diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Permohonan ditandatangani pemohon atau kuasanya yang dilampiri dengan bukti pembayaran biaya. Jika pemohon lebih dari satu orang, maka dicantumkan alamat dari salah satu pemohon sebagai alamat mereka dan ditandatangani oleh salah satu pemohon saja.
Permohonan untuk dua kelas barang ayau lebih dan/atau jasa dapat diajukan dengan satu permohonan yang harus menyebutkan jenis barang dan/atau jasa yang termasuk dalam kelas yang dimohonkan pendaftarannya.
2.      Pemeriksaan Kelengkapan Persyaratan
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan persyaratan pendaftaran merek. Jika terdapat kekurangan kelengkapan persyaratan, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual agar kekurangan tersebut dipenuhi dalam waktu paling lama dua bulan terhitung sejak tanggal pengiriman berdasarkan stempel pos surat permintaan untuk memenuhi kelengkapan persyaratan tersebut. Kekurangan tersebut menyangkut persyaratan permohonan pendaftaran merek dengan menggunakan hak prioritas, jangka waktu pemenuhan tersebut tiga bulan (Pasal 13).
Jika kekurangan tersebut tidak dipenuhi dalam jangka waktu masing-masing  yang telah ditentukan di atas, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual memberitahukan secara tertulis kepada pemohon atau kuasanya bahwa permohonannya dianggap ditarik kembali dan segala biaya yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual tidak dapat ditarik kembali (Pasal 14).
3.      Pemeriksaan Substantif
Dalam waktu paling lama tiga puluh hari terhitung sejak tanggal penerimaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual melakukan pemeriksaan substansif terhadap permohonan yang dilakukan berdasarkan Pasal 4 – Pasal 6 dan diselesaikan dalam waktu paling lama sembilan bulan.
Pemeriksaan substantif dilaksanakan oleh Pemeriksa pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Pemeriksa adalah pejabat yang karena keahliannya diangkat dan diberhentikan sebagai pejabat fungsional oleh menteri hukum dan HAM  berdasarkan syarat dan kualifikasi tertentu.
4.      Pengumuman Permohonan
Dalam waktu paling lama sepuluh hari terhitung sejak tanggal disetujui nya permohonan untuk didaftar, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual mengumumkan permohonan tersebut dalam bersita resmi merek. pengumuman berlangsung selama tiga bulan dan dilakukan dengan menempatkan berita resmi merek yang diterbitkan secara berkala oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, dan/atau menempatkannya pada sarana khusus, seperti papan pengumuman yang dengan mudah serta jelas dapat dilihat oleh masyarakat yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
Selama jangka waktu pengumuman, setiap pihak dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual atas permohonan yang bersangkutan. Keberatan tersebut dapat diajukan jika terdapat alasan yang cukup disertai bukti bahwa merek yang dimohonkan pendaftarannya adalah merek yang berdasarkan undang-undang ini tidak dapat didaftar atau harus ditolak.
5.      Sertifikat Merek
Sertifikat merek memuat:
a.       Nama dan alamat lengkap pemilik merek yang didaftar;
b.      Nama dan alamat lengkap kuasa dalam hal permohonan diajukan melalui kuasa;
c.       Tanggal pengajuan dan penerimaan;
d.      Nama negara dan tanggal permohonan yang pertama kali apabila permohonan tersebut diajukan dengan menggunakan hak prioritas;
e.       Etiket merek yang didaftarkan;
f.       Nomor dan tanggal pendaftaran;
g.      Kelas dan jenis barang dan/jasa yang mereknya didaftar;
h.      Jangka waktu berlakunya pendaftaran merek.
6.      Komisi Banding Merek
      Permohonan banding dapat diajukan terhadap penolakan permohonan dengan alasan dan dasar pertimbangan mengenai hal-hal yang bersifat substantif. Permohonan banding diajukan secara tertulis oleh pemohon atau kuasanya kepada komisi banding merek dengan tembusan yang disampaikan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan dikenai biaya. Permohonan banding diajukan dengan menguraikan secara lengkap keberatan serta alasan terhadap penolakan permohonan sebagai hasil pemeriksaan sibstantif.
      Keputusan komisi banding merek diberikan dalam waktu paling lama tiga bulan terhitung sejak tanggal penerimaan keputusan penolakan tersebut.

D.    PENDAFTARAN PATEN
1.      Permohonan Paten
      Paten diberikan aas dasar permohonan. Setiap permohonan hanya dapat diajukan untuk satu invensi atau beberapa invensi yang merupakan satu kesatuan invensi. Satu kesatuan invensi adalah beberapa invensi yang baru dan masih memiliki keterkaitan langkah inventif yang erat.
      Apabila permohonan paten diajukan oleh oang yang bukan inventor, permohonan tersebut harus disertai pernyataan yang dilengkapi bukti yang cukup bahwa dia berhak atas invesi yang bersangkutan (Pasal 23 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001).
      Menurut ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001, permohonan diajukan secara terulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Permohonan tersebut harus memuat:
a.       Bulan dan tahun permohonan;
b.      Alamat lengkap dan jelas pemohon;
c.       Nama lengkap dan kewarganegaraan inventor;
d.      Nama dan alamat lengkap kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa;
e.       Surat kuasa khusus, dalam hal permohonan diajuka oleh kuasa;
f.       Pernyataan permohonan utnuk diberi paten;
g.      Judul invensi;
h.      Klaim yang terkandung dalam invensi;
i.        Deskripsi tentang invensi, yang secara lengkap memuat keterangan tentang tatacara  melaksanakan invensi;
j.        Gambar yang disebutkan dalam deskripsi yang diperlukan untuk memperjelas invensi; dan
k.      Abstrak invensi
2.      Permohonan dengan Hak Prioritas
      Diatur dalam Paris Conventionfor the Protection of Industrial Proverty harus diajukan dalam waktu paling lama 12 bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan paten yang pertama kali diterima di negara manapun yang juga ikut serta dalam konvensi tersebut atau yang menjadi anggota Agreement Establishing the World Trade Organization (Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001) .
3.      Tanggal Penerimaan Permohonan
      Tanggal penerimaan adalah tanggal Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual menerima surat permohonan yang telah memenuhi ketentuan. Jika permohonan tersebut dilampiri gambar, dan juga setelah dibayar biaya (Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 2001). Ketentuan ini merupakan syarat-syarat yang disebut sebagai persyaratan minimum untuk memudahkan pemohon dalam memperoleh tanggal penerimaan yang sangat penting bagi status permohonan karena sistem yang digunakan adalah first to file, selain itu juga untuk memberikan kepastian mengenai tanggal penerimaan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual serta meningkatkan pelayanan dan kemudahan bagi masyarakat dengan memperhatikan syarat minimum tanggal penerimaan bagi permohonan yang diajukan melalui Patent Cooperation Treaty.

4.      Pengumuman Permohonan
      Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual mengumumkan permohonan yang telah memenuhi ketentuan Pasal 24. Ketentuan ini memuat persyaratan yang ditentukan dan wajib dipenuhi oleh pemohon. Pengumuman dilakukan:
a.       Dalam hal paten, 18 bulan sejak Tanggal Penerimaan atau segera setelah 18 bulan sejak tanggal prioritas apabila permohonan itu diajukan dengan hak prioritas; atau
b.      Dalam hal paten sederhana, segera setelah 3 bulan sejak tanggal penerimaan.
Pengumuman dilaksanakan selama:
a.       6 bulan terhitung sejak tanggal diumumkannya permohonan paten.
b.      3 bulan terhitung sejak diumumkannya permohonan paten sederhana.
5.      Pemeriksaan Substantif
      Permohonan pemeriksaan substantif diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan dikenai biaya. Permohonan ini diajukan dalam waktu paling lama 36 bulan terhitung sejak tanggal penerimaan. Apabila permohonan substantif tidak diajukan dalam batas waktu tersebut atau biaya untuk itu tidak dibayar, permohonan dianggap ditarik kembali. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual memberitahukan secara tertulis permohonan yang dianggap ditarik kembali itu kepada pemohon atau kuasanya.
6.      Persetujuan atau Penolakan Permohonan
      Apabila pemeriksaan substantif telah dilakukan, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual berkewajiban memberikan keputusan untuk menyetujui atau menolak permohonan:
a.       Paten
      Paling lama 36 bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat permohonan pemeriksaan substantif atau terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pengumuman.
b.   Paten sederhana
     Paling lama 24 bulan sejak tanggal penerimaan. (Pasal  54 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001).
7.      Permohonan Banding Paten
Permohonan banding dapat diajukan terhadap penolakan permohonan yang berkaitan dengan alasan dan dasar pertimbangan mengenai hal-hal yang bersifat substantif. Permohonan diajukan secara tertulis oleh pemohon atau kuasanya kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan menguraikan secara lengkap keberatan serta alasannya terhadap penolakan  permohonan sebagai hasil pemeriksaan substantif.
BAB 10
PENGALIHAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

A. SIFAT HAK KEKAYAAN  INTELEKTUAL
1. Benda Bergerak Tidak Berwujud
      Undang-undang menganggap Hak Kekayaan Intelektual adalah benda bergerak tidak berwujud (intangible movable goods). Sebagai benda bergerak, Hak Kekayaan Intelektual dapat beralih atau dialihkan seluruh atau sebagian karena pewarisan. Hak Kekayaan Intelektual tidak dapat dialihkan secara lisan.
2. Dapat Dibagi
      Hak Kekayaan Intelektual bersifat dapat terbagi (divisible) artinya dapat dialihkan seluruhnya atau sebagian kepada pihak lain. Pengalihan seluruhnya atau sebagian itu ditunjukkan oleh perbuatan yang dilakukan berkenaan dengan penggunaan hak. Pada Hak Cipta, pengalihan seluruhnya meliputi hak mengumumkan, memperbanyak, dan memberi izin untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaan.
3. Tidak Dapat Disita
      Meskipun Hak Kekayaan Intelektual itu benda bergerak, hak tersebut tidak dapat disita (unconfiscable). Alasannya adalah Hak Kekayaan Intelektual itu bersifat pribadi dan menunggal dengan diri Pencipta atau Inventor. Apabila Pencipta atau Inventor yang berwenang menguasai Hak Kekayaan Intelektual dengan haknya itu melakukan pelanggaran hukum atau mengganggu ketertiban umum, atau bertentangan dengan kesusilaan yang dapat dilarang oleh hukum.

B. PENGALIHAN HAK CIPTA
1. Cara Pengalihan/Pengalihan Hak Cipta
      Cara beralih atau mengalihkan Hak Cipta diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Hak Cipta adalah kekayaan intelektual yang dianggap sebagai benda bergerak tidak berwujud. Sebagai benda kekayaan, secara hukum Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan.
2. Perjanjian Lisensi
      Pemegang Hak Cipta berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan Perjanjian Lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (mengumumkan, memperbanyak, atau memberi izin untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaan).
C. PENGALIHAN HAK ATAS MEREK TERDAFTAR
1. Cara Pengalihan Hak atas Merek
      Pengalihan hak atas Merek Terdaftar didasari oleh motif ekonomi, yaitu keinginan untuk memperoleh manfaat ekonomi atau keuntungan secara komersial. Pemilik Merek Terdaftar mengalihkan hak atas Mereknya dengan tujuan memperoleh royalti, sedangkan penerima selaku pemegang hak atas Merek Terdaftar bertujuan memperoleh keuntungan ekonomi dari produksi dan/atau penjualan barang atau jasa yang menggunakan Merek Terdaftar yang bersangkutan.

2. Perjanjian Lisensi
      Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan baik yang langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya.

D. PENGALIHAN PATEN
1. Cara Pengalihan Paten
      Pengalihan Paten harus disertai dokumen asli Paten berikut hal lain yang berkaitan dengan Paten itu. segala bentuk pengalihan Paten wajib dicatat dan diumumkan dengan dikenai biaya. Pengalihan Paten yang tidak sesuai dengan Pasal ini tidak sah dan batal demi hukum. Syarat dan tata cara pencatatan pengalihan Paten diatur dengan keputusan Presiden (Pasal 66 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001).
2. Perjanjian Lisensi
      Perjanjian Lisensi Paten tidak boleh memuat ketentuan, baik yang langsung maupun tidak langsung yang dapat merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya dan yang berkaitan dengan Invensi yang diberi Paten tersebut pada khususnya.
3. Lisensi Wajib
      Lisensi Wajib adalah lisensi untuk melaksanakan suatu Paten yang diberikan berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal atas dasar Permohonan (Pasal 74 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001. Jadi permintaan dan pemberian Lisensi Wajib pada dasarnya dengan sepengetahuan Pemegang Paten. Lisensi Wajib berakhir dengan selesainya jangka waktu yang ditetapkan dalam pemberiannya.
BAB 11
PEMBATALAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

A.    PEMBATALAN DAN BATAL
1.      Pembatalan perjanjian
Istilah “pembatalan” (cancellation, revocation) dan “batal” (void) adalah dua istilah hukum yang berbeda sebagai akibat dari tidak dipenuhinya unsur perjanjian dan/ atau syarat perjanjian. Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPdt.
Pembatalan adalah akibat dari tidak dipenuhinya salah satu syarat unsure subjektif yang melekat pada salah satu pihak dalam suatu perjanjian. Unsure suubjektif dalam suatu perjanjian meliputi unsur “persetujuan” dan unsur “wenang melakukan perbuatan hukum”.
Jika pada unsure subjektif tidak dipenuhi salah satu syarat, maka akibat hukumnya perjanjian yang dibuat itu sah, tapi tidak mengikat. Artinya, tidak ada kewajiban pihak-pihak memenuhi perjanjian antara satu sam lain. Perjanjian yang dibuat walaupun sah, diancam pembatalan oleh salah satu pihak karena cacat hukum.
2.      Batal dan Batal Demi Hukum
Istilah batal (void) dan batal demi hukum (null and void) digunakan dalam hubungan hukum yang timbul karena perjanjian dan karena undang-undang. Antara pernyataan batal dan batal demi hukum ada perbedaan, ayitu pada pernyataan “batal” salah satu unsure objektif dalam perjanjian tidak dipenuhi oleh pihak-pihak. Sedangkan pada pernyataan “batal demi hukum” salah satu syarat yang ditetapkan undang-undang tidak dipenuhi.

B.     PEMBATALAN HAK CIPTA
UU Nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta menganut system deklaratif. Artinya pendaftaran itu tidak menerbitkan hak, tetapi hanya memberikan anggapan bahwa pihak yang ciptaannya adalah pihak yang berhak atas ciptaan tersebut dan sebagai pemilik asli dari ciptaan terdaftar. Fungsi pendaftaran hanya untuk memudahkan pembuktian bahwa pihak yang mendaftarkan ciptaan dianggap sebagai pencipta sampai dapat dibuktikan bahwa yang mendaftarkan ciptaan itu bukan pencipta yang sebenarnya.

C.    PEMBATALAN MEREK
Berbeda dengan hak cipta yang menganut system deklaratif, maka pendaftaran merek menganut system konstitutif. Menurut system ini, pendaftaran menciptakan hak atas merek. Orang yang berhak atas merek adalah orang yang telah mendaftarkan mereknya. Pendaftaran merek merupakan suatu kewajiban agar mndapat kepastian hukum mengenai status kepemilikan hak atas merek dan dengan demikian memperoleh perlindungan hukum.
1.      Alasan pembatalan merek
Pembatalan merek dalam Pasal 68-72 UU Nomor 15 tahun 2001. Ada dua kemungkinan pembatalan yang terjadi, yaitu pembatalan pendaftaran merek dan pembatalan merek terdaftar. Menurut ketentuan Pasal 68 ayat (1) UU Nomor 15 thaun 2001, gugatan pembatalan pendaftaran merek dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan berdasarkan alas an sebagaimana diatur dalam Pasal 4, 5, dan 6.
2.      Prosedur pembatalan merek
Gugatan pembatalan pendaftaran merek diajukan dalam jangka waktu lima tahun sejak tanggal pendaftaran merek. Akantetapi, gugatan pembatalan pendaftaran merek dapat diajukan tanpa batas waktu jika merek yang bersangkutan bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum (Pasal 69 UU Nomor 15 tahun 2001).
Pembatalan pendaftaran merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan member catatan tentang alasan dan tanggal pembatalan tersebut. Pembatalan pendaftaran diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya dengan mencantumkan alasan pembatalan dan penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek, sertifkat merek yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi. Pencoretan pendaftaran suatu merek dari Daftar Umum Merek diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

D.    PEMBATALAN PATEN
Pendafatran paten juga menganut system konstitutif. Menurut system konstitutif, pendaftaran invensi menciptakan paten. Orang yang mempunyai paten adalah orang yang telah mendaftarkan invensinya. Agar pendaftaran invensi dapat diterima maka harus memenuhi persyaratan dan tata cara yang telah ditetapkan undang-undang. Apabila paten tidak memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan undang-undang, paten tersebut batal atau dapat dibatalkan.






BAB 12
PELANGGARAN DAN PENEGAKAN
HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

A.    HUKUM DAN PELANGGARAN
1.      Undang-Undang dan Konvensi Internasional
Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual tersebut adalah:
a.       Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta;
b.      Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten;
c.       Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentag Merek;
d.      Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman;
e.       Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
f.       Undnag-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri; dan
g.      Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Adapun konvensi-konvensi internasional yang disetujui Indinesia yang sudah disahkan melalui undang-undang dan Keputusan Presiden tanggal 7 Mei 1997 adalah:
a.       Agreement Etablishing the World Trade Organization ang Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights;
b.      Paris Convention for the Protection of Industrial Property Organization Establishing the WorldIntellectual Property Organization,
c.       Patent Cooperation Treaty and Regulation Under the PCT,
d.      Trademark Law Treaty,
e.       Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works,;
f.       World Intellectual Property Organization (WIPO) Copyrights Treaty.

2.      Bentuk dan Motivasi Pelanggaran
Bentuk-bentuk pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual antara lain:
a.       Pengambilan, pengutipan, perekaman, perbanyakan, dan pengumuman sebagian atau seluruh Hak Kekayaan Intelaktual milik orang lain dengan cara apapun tanpa izin Pemilik atau pemegang Hak Kekayaan Intelektual, atau yang bertentangan dengan atau melanggar ketentuan undang-undang atau perjanjian;
b.      Penggunaan Hak Kekayaan Intelaktual yang sama pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Hak Kekayaan Intelektual Terdaftar milik orang lain atau badan hukum lain tanpa hak, atau peniruan, atau pemalsuan Hak Kekayaan Intelektual orang lain dan dipakai pada barang atau jasa yang diperdagangkan untuk memperoleh keuntungan ekonomi;
c.       Penggunaan Hak Kekayaan Intelaktual milik orang asing atau badan hukum asing di Indonesia tanpa izin Pemilik atau Pemegang hak, atau badan hukum asing di Indonesia. 

B.     PELANGGARAN HAK CIPTA
1.      Perbuatan Pelanggaran
a.       Merugikan Pencipta atau pemegang Hak Cipta, misalnya mempotokopi sebgaian Ciptaan orang lain kemudian dijual belikan kepada masyarakat;
b.      Merugikan kepentingan Negara, misalya, mengumumkan ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan;
c.       Bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, misalnya, memperbanyak dan menjual Video Compact Disc (VCD) porno.
Menurut siaran Ikatan Penerbit Indonesia (ikapi) 15 Februari 1984, kejahatan pelanggran Hak Cipta dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a.       Mengutip sebagian Ciptaan orang lain dan dimasukan ke dalam Ciptaan sendiri seolah-oleah itu ciptaan sendiri atau mengakui Ciptaan orang lain seolah-olah itu Ciptaan sendiri tanpa menyebutkan ciptaanya. Perbuatan ini disebut sebagai plagiat atau penjiplakan (plagiarsm). Perbuatan ini bisa dterjadi,antara lain, pada buku, lagu dan notasi lagu.
b.      Mengambil Ciptaan orang lain untuk diperbanyak dan dimumkan sebagaimana aslinya tanpa mengubah bentuk, isi, Pencipta atau pun penerbit/perekam. Perbuatan ini disebut dengan pembajakan (piracy). Perbuatan ini bnayak dilakukan pada Ciptaan berupa buku ataupun rekaman audio/video,seperti kaset lagu dan gambar (Video Compact Disc).
2.      Perbuatan Bukan Pelanggaran
Walaupun Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang, Pasal 15 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 menentukan dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, maka tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a.       Penggunaan Ciptaan pihak lain untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik dan tinjauan suatu masalah, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi Pencipta;
b.      Pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruh maupun sebagian guna keperluan pembelaan di dalam atau luar pengadilan;
c.       Pengembalian Ciptaan pihak lain, baik seluruh maupun sebagian guna keperluan ceramah yang semata-mata unuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan, pertunjukan tau pementasan yang tidak dipungut bayaran, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi Pencipta;

3.      Penegakan Hukum Hak Cipta
a.      Tahap Penyidikan
Pasal 71 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 mengatur tentang penyidikan. Menurut ketentuan Pasal tersebut, selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu Departemen Hukum dan Ham  di lingkungan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindnak pidana di bidang Hak.
b.      Tahap Pemulihan
Jika terbukti telah terjadi kejahatan pelanggaran Hak Cipta, hak pihak yang dilanggar wajib dipulihkan, baik secara pidana, maupun perdata. Untuk memulihkannya itu, ketentuan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002mengancam pelanggar Hak Cipta dengan pidana penjara dan/atau pidana denda.
Apabila kejahatan Hak Cipta dilakukan oleh badan hukum yang bertanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukan oleh badan hukum adalah pengurus badan hukum yang bersangkutan. Pengurus terebut adaah direksi atau salah seorang direksi.

C. PELANGGARAN MEREK
1.      Perbuatan Pelanggaran
Pelanggaran merek diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2001 Setiap Merek Terdaftar dilindungi undang-undang. Perlindungan tersebut berlangsung selama sepuluh tahun sejak tanggal penerimaan permintaan pendaftaran Merek. Pada setiap merek melekat nilai (keuntungan) ekonomi yang selalu dimanfaatkan tidak hanya oleh pemilik Merek, tetapi juga oelh pihak yang ingin menarik keuntunan dari pemakain Merek terutama Merek terkenal, bak secara halal ataupun secara melanggar hak atas Merek orang lain.
2.      Alasan Pelanggaran Merek
Pelanggaran merek terutama didorong oleh keinginan untuk memperoleh keuntungan dalam perdagangan barang yang biasanya menggunakan Merek terkenal. Perdagangan barang Merek terkenal cepat laku dipasaran sehingga sudah tentu akan mendatangkan keuntungan relatif besar dalam jangka waktu relatif singkat.
3.      Penegakan Hukum Hak atas Merek
a.      Tahap Penyidikan
Untuk menyelidiki apakah sudah terjadi kejahatan pelanggaran merek, Pasal 89 UU No. 15 thn. 2001 mengatur tentang Penyidikan. Menurut ketantuan pasal tersebut, selain penyidik Pejabat Polisi negara Republik Indonesia, pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkunga Direktorat Jendral hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai Penyidik,  untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Merek.
b.      Tahap Pemulihan
Jika telah terjadi kejahatan pelanggaran Merek, hak pihak yang dilanggar wajib dipulihkan, baik secara pidana maupun ecara perdata. Untuk memulihkan haknya itu, menurut ketentuan UU No. 15 Tahun 2001 pelaku kejahatan dan pelanggaran Merek dituntut dan diancam dengan pidana.

D. PELANGGARAN PATEN
1.      Perbuatan Pelanggaran
Setiap Paten yang  terdaftar dilindungi oleh Undang-undang. Perlindungan tersebut berlansung selama dua puluh tahun. Selama masa tersebut, orang lain dilarang mengunaka Pten tanpa izin dari Pemeang Paten. Setiap orang yang melakukan pelanggaran paten hak Pemegang Paten diancam dengan sanksi hukum.

2.      Penegakan Hukum Paten
a.      Tahap Penyidikan
Menurut ketantuan pasal Pasal 129 UU No. 14 thn. 2001, selain penyidik Pejabat Polisi negara Republik Indonesia, pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkunga Direktorat Jendral hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai Penyidik sebagaiman dimaksud dalam UU No.8 Thn.1981 tentang Hukum acara Pidana,  untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Merek (Pasal 129 ayat (1) UU No.14 Thn. 2001).
b.      Tahap Pemulihan
Jika telah terjadi kejahatan pelanggaran Paten, hak pihak yang dilanggar wajib dipulihkan, baik secara pribadi ataupun perdata. Menurut ketentuan UU No.14 Thn.2001 pelaku kejahan pelanggaran Paten ditnut dan diancam denan pidana pada Pasal 130, 131, dan Pasal 132.


















BAB 13
INFORMASI RAHASIA DAN RAHASIA DAGANG

A.    KLASIFIKASI INFORMASI
1.      Informasi terbuka
Informasi adalah keterangan atau berita mengenai gagasan, peristiwa, keadaan, kegiatan, atau proses tertentu dalam bentuk tertentu dalam umumnya, informasi dapat digolongkan menjadi dua jenis. Yaitu:
a.       Informasi terbuka (disclosed information)
b.      Informasi rahasia (secret information)
Informasi terbuka adalah informasi yang boleh dan patut diketahui oleh sapa saja sebgai anggota tau masyarakat karenabermanfaat. Informasi terbuka biasanya dipublikasikan secara luas agar diketahui oleh setiap orang. Informasi terbuka dikatakan bermanfaat karena mengandung pesan yang menguntungkan apabila diamalkan atau tidak menimbulkan kesulitan atau bahaya yang dapat dihindari.

B.     Informasi Rahasia
Informasi rahasia adalah informasi yang tidak boleh diketahui oleh siapa saja, kecuali petugas atau pejabat yang diberiwewenang untuk melaksanakan dan menyimpan informasi rahasia tersebut.
Informasi rahasia dalam diklasifikasikan sebagai berikut:
I.       Rahasia Pribadi (Private Secret)
II.    Rahasia politik (Political Secret)
III. Rahasia Pertahanan dan Keamanan (Defence and sevuruty Secret)
IV. Rahasia Dagang  (Trade Secret)

C.    RAHASIA DAGANG
1.      Perkembangan Rahasia Dagang
Dalam rahasia dagang ada beberapa aspek, aiyu aspek teknoloi dan aspek tata niaga. Yang termasuk dalam aspek teknologi adalah produk model, perangkat lunak komputer, formula produk berkualitas, dan proses produksi. Termasuk asper tata niaga diantaranya, kiat memanjukan perusahaan/perdagangan, menejemen perusahaan, prospek produksi, produksi dan pemasaran, serta komputerisasi data proepek perusahaan.

2.      Kriteria Rahasia Dagang
Kriteria untuk mengetahui apakah informasi yang dimiliki perisahaan tersebit termasuk kepada Rahasia Dagang:
a.       Informasi itu memiliki nilai ekonomi, artinya menghasilkan keuntungan ekonomi lai bagi perusahaan yang menggunakan;
b.      Informasi itu memiliki nilai rahasia< artinya ide baru yang belum diketahui oleh pihak lain, bernilai strategis dalam menghadapi pesaing, dan prospek usaha cerah melalui pengembangan proses peroduksi dan pemasaran;
c.       Informasi iti termasuk lingkup perindustrian dan perdaanan;
d.      Terbukanya kerahasiaan, informasi mengakibatkan kerigian bagi pemiliknya karena informasi berpindah dan ikut dimanfaatkan oleh pihak pesaing.

3.      Tanggung Jawab Kerahasian
Tanggung jawab untuk menjaga< mamalihara, dan menyimpan rahasia dagang tidak dipikul oleh semua karyawan karena pada dasarnya mereka tidak mengtahui kerahasiaan itu. Tangugn jawabitu hanya dibenankan kepada pihak atau karyawan yang mengetahui rahasia dagang dari perusahan itu sendiri.

D.    PENGATURAN RAHASIA DAGANG
1.      Persetuan TRIPs
Persetujuan Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) telah ditetapkan bahwa informasi yang dirahasiakan merupakan salah satu bidang Hak Kekayaan intelektual yang wajib dilindungi oleh negra anggota. Hai ini telah dicantumkan dalam pasal 39 TRIPs yang pada pokoknya menyatakan bahwa dalam rangka menjamin perlindungan yang efektif untuk melawan persaingan yang curang, negara anggota wajib membarikan perlindungan terjadap informasi rahsia. Negara angota wabib menyediakan sarana yang memungkinkan perseorngan atau badan hukum kebocoran Rahasia Dagang.
2.      Undang-undang Rahasia Dagang
Informasi Rahasia Dagang yang oleh pemiliknya dipertahankan dan dijaga kerahasiaanya dengan upaya-upaya sebaaimana mestinya. Rahasia Dagang diatur dengan Undang-undang nomor 30 Tahun 2002 (Lembarnegara Tahun 2000 Nomor 242) yang mulai duberlakukan sejak tanggal 20 Desember 2000.
3.      Perlindungan Rahasa Dagang
Bagi Indonesia , upaya untuk memberikan perlindungan terhadap Rahasia Dagang makin mendesak untuk diatur dengan undang-undang terutama untuk menjamin perlindungan bagi pemilik dan Rahasia Dagang. Pada dasrnya perlindungan Rahasia Dagang adalah unutk mewujudkan dan mengembangkan etika bisnis dengan cara mencegah praktik dagang yang tidak wajar atau curang yang dapat merugikan kepentungan orang lain. Praktek serupa ini dapat berlangsung dalam bentuk pencurian atau penyadapan informasi, spionase indudtri, ataupun bentuk-bentuk pelanggaran lain yang berupa pengingkaran terhadap kesepakatan untuk menjaga kerahasiaan suatu Rahasia Dagang.

E.     KONSEP DAN LINGKUP RAHASIA DAGANG
1.      Konsep Rahasia Dagang
Atas dasar persetujuan TRIPs, setiap negara angota wajib memberikan perlindungan hukum terhadap Rahasia Dagangdalam bentuk undang-undang nasional masing-masing negara. Indonesia memiliki Hak Kekayaan Inteletual di bidang Rahasia Dagang yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002.
2.      Lingkup Perlindungan Rahasia Dagang
Menurut ketentuan Pasal 2 Undang-Undang nomor 30 Tahun 2000, lingkungkup perlindungan Rahasia Dagang, meliputi metode produksi, metode pengolahan , metode penjualan, atau informasi lainnya di bidang teknologi dan memiliki nilai ekonomi dan dan tidak diketahui oleh masyarakat secara umum.

F.     PEMILIK RAHASIA DAGANG SEBAGAI PEMAGANG HAK
1.      Penggunaan Sendiri Rahasia Dagang
Pemilik rahasia dagang  memiliki hak untuk menggunakan sendiri Rahasia Dagangnya, artinya melaksanakan sendiri dalam perusahaan yang dijalankannya. Disamping melaksanakan sendiri, Pemilik Rahsia Dagang diperbolehkan memberikan lisensi kepada pihal lain untuk menggunakan Rahasia Dagngnyadan melarang pihak lain untuk mengungkapkan Rahasia Dagangnya untuk kepentingan yang bersifat komersil.
2.      Pemberian Lisensi Kepada Pihak Lain
Pemilik Rahasia Danag mamiliki hak untuk memberikan Lisensi kepada pihak lain uantuk menggunakan Rahasia Dagangnyauntuk kepentingan yang bersifat komersial. Perjanjian lisensi tersebut wajib dicatatkan kepada Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual dengan dikanai biaya. Jika tidak dicatatkan, perjanjian lisensi tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.

3.      Pelanggaran Pihak Lain Menggunakan Rahasia Dagang
Pemegang Hak Rahasia dagang ata penerima Lisensi berhak melarang pihak lain menggunkan rahasia dagangnya untuk kepentingan yang bersifat komersil. Pemegang hak dapat menggugat siapa saja yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Rahasia dagang untuk kepentingan yang bersifat komersil. Gugatan ganti keruian dan mengghentikan perbuatan yang dilarang tersebut diajukan dan didaftarkan pada Pengadilan Niaga (Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2000).
4.      Penggunaan Rahasia Dagang kepada Pihak Ketiga
Pemegang Hak Rahasia dagang berhak melarang pihak lain yang dengan sengaja mengungkapkan rahasia Dagang kepada pihak ketiga untuk tujuan komersil atau menggunakan pihak yang menggunakan kewajibantertulis atau tidak tertulis untuk menjaga Rahasia Dagang yang bersangkutan.

G.    PENGALIHAN HAK RAHASIA DAGANG
1.      Pengalihan Hak Nonlisensi
Hak Rahasia Dagang dapat pula beralih/dialihkan melalui pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang (Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000). Khusus untuk penalihan hak atas dasar perjanjian, ketentuan ini menetapkan perlunya pengalihan hak tersebut dilakukan dengan akta. Yang dimaksud dengan “sebab-sebab lain yangdibenarkan oleh peraturan perundang-undangan”’ misalnya, putusan pengadilan yang menyangkut pailit.
2.      Pengalihan Hak Dengan Lisensi
Pemegang Hak rahasia Daang berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan Perjanjian Lisensi untuk meleksanakan perbuatan menggunakan rahasia Dagang untuk kepentingan yang bersifayt komersil, kecuali jika diperjanjikan lain (Pasal 6 UU Nomor 30 Tahun 2000). Berbeda dengan perjanjian yang menjadi dasar pengalihan Rahasia Dagang, Lisensi memberikan hahak secara eytrbatas dan dengan waktu yang terbatas pula. Dengan Lisensi hanya diberikan untuk pemakian atau penggunaan Rahasia dagang dalam waktu tertentu. 

H.    PELANGGARAN DAN HUKUMAN
1.      Pelanggaran Rahasia Dagang
Pelanggaran Rahasia Daang terjadi apabila seseorang dengan sengaja ,engungkapkan rahasai Dagang, mingngkari kesepakatan, atau mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga Rahasia Dagang yang bersangkutan. seseorang dianggap melanggar Rahasia Dagang pihak lain apabila dia memperoleh atau menguasai Rahasia Dagan dengan cra yang bertentangan denan peraturan perundang-undangan yangberlaku (Pasal 14 UU nomoer 30 tahun 2000).
2.      Gugatan Perdata
Menurut ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000, pemeang hak Rahasia Dagang atau Penerima Lisensi dapat menggugat siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 (yaitu menggunakan Rahasia Dagang untuk kepentingan yang bersifat komersil atau mengungkapkan Rahasia Dagang kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial)
3.      Tuntutan Pidana
Apabila terdapat dugaan telah terjadi pelanggaran terhadap Hak Rahasia Dagang, menurut ketentuan pPasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2000, akan dilakukan penyidikan oleh Penyidik Pejabat Pegawai negeri sipil (Penyidik PPNS) yang diberi wewenang khusus sebagao penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Raasia Dagang. Ketentuan Penyidik PPNS dalam melakukan penyidikan diatur dalam Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000. Sedangkan terhadap mereka yang ternyata telah melakukan tindak pidana pelanggaran Hak Rahasia Dagang di tuntut dan diancam dengan hukum pidana sebagaimana diatur dalm dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000.
4.      Langkah Mundur dalam Penegakan Hukum
      Ancaman pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 20000 tetang Rahasia Dagang merupakan langkah mudur dalam penegakan Hukum Hak Kekayaan intelektual. Dalam rancangan undang-undang ancaman pidana di tetapkan maksimum tujuh tahun penjara dan denda maksumum Rp300.000.000,00. Namun, dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 ancaman pidana justru diturunkan hanya di tetapkan maksimum dua tahun penjara dan/atau denda Rp300.000.000,00. Sifat pidana adalah alternatif, sedangkan deliknya merupakan delik aduan.


                                                                 BAB 14
DESAIN INDUSTRI

A.    ARTI PENTING DESAIN INDUSTRI
1.      Industri dan Perdagangan Global
      Indonesia sebagai Negara berkembang perlu memajukan sector industry dengan meningkatkan kemampuan daya saing. Salah satu daya saing tersebut adalah dengan memanfaatkan peran Desain Industri yang merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual. Keanekaragama budaya yang dipadukan dengan upaya untuk ikut serta dalam globalisasi perdagangan, dengan memberikan pula perlindungan hukum terhadap Desain Industri akan mempercepat pembangunan industry nasional.        
2.   Undang-Undang Desain Industri
Desain Industri adalah karya intelektual seorang Pendesain, maka perlu mendapat perlindungan hukum. Perlindungan hukum tersebut telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, yang mulai berlaku pada tanggal 20 Desember 2000.

B.  BEBERAPA KONSEP DALAM DESAIN INDUSTRI
1.   Pendesain (Designer)
Pendesain adalah seorang atau beberapa orang yang menghasilkan desain industry (Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000). Dalam pengertian “orang” termasuk juga badan hukum. Kecuali jika terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai Pendesain adalah orang yang untuk pertama kali mengajukan permohonan Hak Desain Industri. Kepada pemohon tidak diberikan Hak Desain Industri apabila Desain Industri tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, atau kesusilaan.
2.   Desain Industri (Industri Design)
Desain Industri adalah kreasi tentang bentuk konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis atau warna, atau gabungan dari padanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang komoditi industri dan kerajinan tangan (Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000).
Hak desain industri diberikan untuk desain industri yang baru, desain industri dianggap baru apabila tanggal penerima desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya.
3.      Hak Desain Industri (Right to Industri Design)
Hak desain industri adalah hak ekslusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya, untuk selama watku tertentu melaksanakan sendiri kreasi tersebut (Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000). Pemegang hak desain industri memiliki hak ekslusif untuk melaksanakan hak desain industri yang dimilikinya dan melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, atau mengimpor, mengespor dan/ atau mengedarkan barang yang diberi hak desain industri (Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000).
4.      Pemegang Hak Desain Industri (Holder)
Orang yang berhak memperoleh hak desain industri adalah pendesain atau orang yang menerima hak tersebut dari pendesain. Jika desain industri dibuat dalam hubngan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, maka pemegang hak desain industri adalah pihak pemberi kerja. Jika desain industri dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, maka  pembuat desain industri dianggap sebagai pendesain dan pemegang hak desain industri.

C.    PENDAFTARAN DAN PEMERIKSAAN
1.      Permohonan Pendaftaran
Pendaftaran secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan membayar biaya.
2.      Permohonan Hak Prioritas
Permohonan dengan hak prioritas wajib dilengkapi dengan dokumen prioritas, yang disahkan oleh kantor yang menyelenggarakan pendaftaran Desain Industri, disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia, dalam waktu paling lama tiga bulan terhitung setelah berakhirnya jangka waktu pengajuan permohonan dengan hak prioritas (Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000). Hak prioritas adalah hak pemohon untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan permohonan yang diajukan di Indonesia sama dengan tanggal penerimaan permohonan yang diajukan dinegara asal.
3.      Penerimaan Permohonan
Tanggal penerimaan (filing date) adalah tanggal diterimanya permohonan yang telah memenuhi persyaratan tersebut (Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000). Persyaratan ini adalah untuk mempermudah Pemohon mendapatkan tanggal penerimaan permohonan, dimana tanggal tersebut menentukan saat mulai berlakunya perhitungan atas Desain Industri yang bersangkutan.
4.      Pemeriksaan Substantif
Sejak tanggal dimulainya pengumuman sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 25 ayat (1), setiap pihak yang berkepentingan dapat mengajukan keberatan tertulis yang mencangkup hal-hal yang bersifat substantive kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan membayar biaya.
5.      System Pemeriksaan Desain Industri
Pendekatan dalam system pemeriksaan industri di Indonesia, yaitu menekankan pada masalah orisinalitas dan masalah kebaruan. Di samping itu, system desain industri di Indonesia juga menganut system pemeriksaan tidak murni. Maksudnya, apabila ada keberatan dalam pendaftaran desain industry tersebut, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektuan akan melakukan pemeriksaan.

D.    PENGALIHAN HAK DESAIN INDUSTRI
1.      Pengalihan Nonlisensi
Pengalihan Hak Desain Industri yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Industri tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.
2.      Pengalihan dengan Lisensi
Khusus mengenai pengalihan dengan lisensi, pemegang Hak Desain Industri berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan Perjanjian Lisensi. Perjanjian Lisensi wajib dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Industri.

E.     PEMBATALAN PENDAFTARAN
1.      Karena Pembatalan Pemegang Hak
Desain Industri dapat di batalkan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual atas permintaan pemegang hak desain industri yang diajukan secara tertulis. Pembatalan tersebut tidak dapat dilakukan apabila penerima hak desain industri yang tercatat dalam Daftar Umum Desain Industri tidak memberikan persetujuan secara tertulis, yang dilampirkan pada permohonan pembatalan pendaftaran tersebut. Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan penerima lisensi yang telah memberikan pembayaran royalty kepada pemberi lisensi (Pasal 37  ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000).
2.      Karena Gugatan Pihak Berkepentingan
Menurut ketentuan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000, gugatan pembatalan pendaftaran desain industri dapat juga di ajukan oleh pihak yang berkepentingan melalui Pengadilan Niaga.
3.      Akibat Pembatalan Pendaftaran
Pembatalan pendaftaran Desain Industri menghapuskan segala akibat hukum yang berkaitan dengan Hak Desain Industri dan hak-hak lain yang berasal dari Desai Industri tersebut (Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000).

F.     PELANGGARAN DAN HUKUMAN
1.      Gugatan Perdata
Pemegang Hak Desain Industri atau penerima lisensi dapat menggugat siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dalm Pasal 9 (membuat, memakai, menjual, atau mengimpor, mengekspor dan/atau mengedarkan barang yang diberi Hak Desain Industri).
2.      Tuntutan Pidana
Jika terdapat dugaan kuat telah terjadi tindak pidana pelanggaran Hak Desain Industri, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil (Penyidik PPNS) yang berwenang khusus sebagai penyidik melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Desain Industri. Tuntutan pidana ini diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000.







BAB 15
DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

A.    Perlunya Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organisation (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tanggal 20 Desember 2000 diundangkan lah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu melalui Lembaran Negara Nomor 244 Tahun 2000. Undang-Undang tersebut dinyatakan berlaku sejak tanggal pengundanagnnya, yaitu tanggal 20 Desember 2000.
Sistem perlindungan hukum terhadap Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu menganut asas orosinalitas. Suatu Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dapat dinaggap orisinal apabila merupakan hasil upayan intelektual Pendesain dan tidak merupakan suatu hal yang sudah bersifat umum bagi para Pendesain.
                                                                                               
B.     Beberapa Konsep
1.      Pendesain
Pendesain adalah seseorang atau beberapa orang yang menghasilkan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000). Jika suatu Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, Pemegang Hak adalah pihak yang untuk dan/atau dalam dinasnya Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua belah pihak. Jika suatu Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, orang yang membuat Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu itu dianggap sebagai Pendesain dan Pemegang Hak.

2.      Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurannya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam Sirkuit Terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan Sirkuit Terpadu (Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000). Yang dimaksud dengan Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang didalamnya terdapat berbagai lemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif.

3.      Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah ahk eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada Pendesain atas hasil kreasinya, untuk selama waktu tertentu, melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut (Pasal 1 angka (6) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000).

C.    Pendaftaran dan Penerimaan
1.      Permohonan Pendaftaran
Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diberikan atas dasar permohonan. Satu permohonan hanya dapat diajukan untuk satu Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Permohonan diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000. Menurut ketentuan pasal tersebut, Pendesain harus mengajukan permohonan tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, yang ditandatangani oleh Pemohon atau Kuasanya dengan membayar biaya yang ditentukan menurut undang-undang ini.
2.      Tanggal Penerimaan
Tanggal penerimaan adalah tanggal diterimanya permohonan dengan syarat Pemohon telah mengisi formulir permohonan, melampirkan salinan gambar atau foto dan uraian dari Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang diimohonkan dan membayar biaya permohonan (Pasal 14 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000). Apabila ternyata terdapat kekurangan pemenuhan syarat-syarat kelengkapan, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual memberiktahukan kepada Pemohon atau Kuasanya agar kekurangan tersebut terpenuhi dalam waktu tiga bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan pemenuhan kekuarangan trsebut.
3.      Pemberian Hak dan Pengumuman
Setelah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual melakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan administratif dan permohonan tersebut telah memenuhi perysratan yang dimaksud, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual memberikan hak atas permohonan yang bersangkutan dan mencatatnya dalam Berita Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu atau sarana lain (Pasal 20 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000). Dalam jangka waktu paling lama dua bulan terhitung sejak dipenuhinya persyaratan, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual ,engeluarkan Sertifikat Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Pasal 21 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000).

D.    Pengalihan Hak
1.      Pengalihan Hak Nonlisensi
Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dapat beralih atau dialihkan dengan pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenrkan oleh peraturan perundang-undangan. Pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diumumkan dalam Brita Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Pasal 23 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000).
2.      Pengalihan Hak dengan Lisensi
Pemegang Hak berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan Perjanjian Lisensi untuk melaksanakan semua perbuatan yang dimaksud dalam Pasal 8 kecuali diperjanjikan lain (Pasal 25 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000). Perjanjian lisensi wajib dicatatakan dalam daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan membayar biaya.

E.     Pembatalan Pendaftaran
1.      Berdasarkan Permintaan Pemegang Hak
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dapat dibatalkan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual atas permohonan tertulis yang diajukan oleh pemegang hak.
2.      Berdasarkan Gugatan Pihak Berkepentingan
Gugatan pembatalan pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 atau Pasal 3 kepada Pengadilan Niaga. Gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat. Dalam hal tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia, gugatan tersebut diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
3.      Acara Kasasi Melalui Mahkamah Agung
Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) tentang pembatalan pendaftaran hanya dapat dimohonkan kasasi (Pasal 32 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000). Permohonan kasasi diajukan paling lama empat belas hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan atau diberitahukan kepada para pihak dengan mendaftarkan kepada Panitera Pengadilan Niaga yang telah memutus gugatan tersebut.
4.      Akibat Pembatalan Pendafaran
Pembatalan pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu menghapuskan segala akibat hukum yang berkaitan dengan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan hak-hak lain yang berasal dari Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Pasal 35 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000). Dalam hal pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dibatalkan berdasarkan gugatan, Penerima Lisensi tetap berhak melaksanakan Lisensinya sampai dengan berakhirnya jangkawaktu yang ditetapkan dalam Perjanjian Lisensi.

F.     Pelanggaran dan Hukuman
1.      Gugatan Perdata
Tanpa mengurangi tuntutan pidana, Pemegang Hak atau Penerima Lisensi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dapat menggugat siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 berupa :
a.       Gugatan ganti kerugian, dan/atau
b.      Penghentian semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
Gugatan tersebut diajukan ke Pengadilan Niaga (Pasal 38 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000).
2.      Tuntutan Pidana
            Apabila ternyata telah terjadi tindak pidana pelanggaran hak di bidang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 mengancam dengan hukuman pidana.
Ancaman pidana di bidang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah sebagai berikut :
a.       Pidana penjara maksimum 3 tahun, sedangkan di bidang Hak Cipta maksimum 7 tahun, Paten maksimum 4 tahun dan Merek maksimum 5 tahun;
b.      Denda maksimum Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta), sedangkan di bidang Hak Cipta maksimum Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), Paten maksimum Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), dan Merek maksimum Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
c.       Pidana bersifat alternatif (dan/atau), sama dengan di bidang Hak Cipta, dan Merek yang juga bersifat alternatif (menggunakan kata “dan/atau”, kecuali Paten bersifat kumulatif (menggunakan kata “dan”);
d.      Pidana bersifat delik aduan, sama dengan di bidang Paten dan Merek bersifat delik aduan. Akan tetapi, Hak Cipta merupakan delik biasa.

BAB XVI
MONOPOLI, PERSAINGAN TIDAK SEHAT KAITANNYA DENGAN
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

A.    MONOPOLI
1.      Definisi Monopoli
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 2009 bahwa:
Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha”.
Dalam ketentuan tersebut, terdapat tiga unsur pokok dalam konsep monopoli. Yakni:
a.      Pelaku usaha
Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia.
b.      Penguasaan pasar
Penguasaan adalah pemusatan kekuatan ekonomi yang nyata atas suatu pasar bersangkutan  atau satu atau lebih pelaku usaha, sehingga dapat menentukan harga barang atau jasa.
c.       Objek penguasaan pasar
Objek penguasaan pasar dengan posisi dominan oleh pelaku usaha meliputi produksi barang tertentu, pemasaran barang tertentu, produksi dan pemasaean barang tertentu, penggunaan jasa tertentu, produksi barang dan pemasaran barang dan penggunaan jasa tertentu.
2.      Larangan Praktik Monopoli
Praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Oleh karena itu praktik monopoli diatur oleh Undang – undang No. 5 Tahun 1999.

B.     PERJANJIAN DILARANG DAN DIKECUALIKAN
1.      Perjanjian yang Dilarang
Beberapa perjanjian tertentu dilarang oleh undang-undang karena dapat menimbulkan praktik monopoli dan berdampak tidak baik untuk persaingan pasar. Yakni perjanjian seperti oligopoly, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertical, perjanjian tertutup dan perjanjian dengan pihak luar negeri.
2.      Perjanjian yang Dikecualikan
Perjanjian yang dikecualikan adalah perjanjian yang tidak dilarang oleh undang-undang anti monopoli. Perjanjian tersebut adalah sebagai berikut:
a.      Perjanjian yang bertujuan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b.      Perjanjian yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual dan perjanjian yang berkaitan dengan waralaba.
c.       Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan.
d.      Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan.
e.       Perjanjian karna sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas.
f.        Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia.
g.      Perjanjian yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri.

C.    MONOPOLI, KAITANNYA DENGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
1.      Praktik Monopoli Tidak Dilarang
Dalam Pasal 50 huruf (b) ditetukan:
Yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah perjanjian yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual, seperti lisensi paten, Merek Dagang, Hak Cipta, Desain Industri, Rangkaian Elektronik Terpadu, dan Rahasia Dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan Waralaba (Franchise)
      Undang-undang bidang Hak Kekayaan Intelektual mengatur bahwa pemilik Hak Kekayaan Intelektual mempunyai hak eksklusif, yaitu hak menggunakan secara bebas kekayaan intelektualnya, baik melalui usaha sendiri maupun dengan memberikan lisensi pada pihak lain untuk ikut memetik manfaat ekonomi atas hak kekayaan intelektualnya itu.

2.      Alasan Praktik Monopoli Tidak Dilarang
      Hak Kekayaan Intelektual adalah hak pribadi seorang pencipta atau inventor, yang diberikan oleh negara, yang patut dihargai dan dilindungi hukum agar dapat didorong terus pengembangannya, dan menjadi dasar pertumbuhan dan perkembangan industri. Apabila larangan monopoli diberlakukan terhadap Hak Kekayaan Intelektual, dikhawatirkan tidak ada kebebasan lagi pemiliknya untuk memanfaatkan haknya sendiri. Akibatnya, dapat menghambat timbulnya ciptaan atau invensi baru dan dapat pula menghambat kemajuan negeri.

D.    PERSAINGAN TIDAK SEHAT
1.      Definisi Persaingan
      Persaingan adalah bebearapa orang pengusaha dalam bidang usaha yang sama (sejenis), bersama-sama menjalankan perusahaan, dalam daerah pemasaran yang sama, masing-masing pengusaha berusaha keras melebihi yang lain untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya (purwosutjipto, 1985).
2.      Persaingan Usaha Tidak Sehat
      Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemsaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha (Pasal 1 angka 6 Undang-Undang no.5 Tahun 1999). Persaingan merupakan bagian yang tidak terpisah dari kehidupan yang dihadapi para pengusaha dalam mencapai tujuannya, yaitu memperoleh laba yang sebesar-besarnya dan menguasai pasar untuk mengungguli perusahaan lain serta menjaga laba tersebut.

E.     PERSAINGAN TIDAK SEHAT, KAITANNYA DENGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
1.      Penggunaan Paten Tanpa Persetujuan Pemegang Paten
      Persaingan usaha tidak sehat dapat dilakukan dengan cara menggunakan paten tanpa persetujuan pemilik  paten. Persaingan usaha tidak sehat bertujuan memperoleh keuntungan secara tidak halal. Larangan  ini tercantum dalam Pasal 16 Undang-Undang No.14 Tahun 2001.
2.      Penempelan Merek Dagang Orang Lain pada Barang Dagangan
      Penempelan merek dagang orang lain dilakukan oleh pelaku usaha pesaing pada barang yang diperdagangkannya sehingga barang yang diperdagangkan itu terkesan seolah-olah barang produk asli dari perusahaan pemilik merek dagang yang bersangkutan. Dalam hal ini,barang adalah produk sendiri dari pelaku usaha pesaing,merek dagang yang ditempelkan pada barang tersebut adalah hasil peniruan terhadap merek dagang dari pemilik asli.
3.      Penggunaan Merek Sama Pokoknya atau Keseluruhannya
      Menurut ketentuan Pasal 76 Undang-Undang No.15 Tahun 2001:
Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa gugatan ganti kerugian dan/ atau penggunaan merek tersebut. Gugatan tersebut diajukan kepada pengadilan niaga.”
Selanjutnya, Pasal 77 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 menentukan:
Gugatan atas pelanggaran merek sebagai mana dimaksud dalam Pasal 76 dapat pula diajukan oleh penerima lisensi merek terdaftar, baik secara sendiri atau bersama-sama dengan pemilik merek yang bersangkutan”.
4.      Pengungkapan Rahasia Dagang
      Pengungkapan atau pembocoran rahasia dagang termasuk juga persaingan usaha tidak sehat yang dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum bidang Hak Kekayaan Intelektual yang diatur dalam Undang-Undang No.30 Tahun 2000 tentang rahasia dagang. Dalam Pasal 4 huruf b Undang-Undang N0. 30 ditentukan:
Pemilik rahasia dagang memiliki untuk memberikan lisensi kepada atau melarang pihak lain menggunakan rahasia dagang atau mengungkapkan rahasia dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial”.

F.     PERSAINGAN TIDAK SEHAT DILARANG PADA HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
      Apabila praktik monopoli dibolehkan pada penggunaan hak kekayaan intelektual, sebaiknya persaingan usaha tidak sehat dilarang pada penggunaan Hak Kekayaan Intelektual, dengan alas an-alasan sebagai berikut:
1.      Persaingan usaha tidak sehat termasuk perbatan melawan hukum yang dilarang undang-undang dan ketertiban umum (forbidden by law and order);
2.      Persaingan usaha tidak sehat melanggar hak ekslusif atas kekayaan intelektual yang diberikan oleh Negara kepada pencipta atau Inventor yang difatnya merugikan kepentingan pemegang hak atau merugikan masyarakat (harms to right holder and public interest);
3.      Persaingan usaha tidak sehat dapat mengurangi bahkan menghentikan penciptaan atau invensi baru (reducer or stop the new works anda invention) Hak Kekayaan Intelektual, yang berarti mengahambat perkembangan industri (prevention for industrial development);
Persaingan usaha tidak sehat merupakan symbol atau atribut kemerosotan moral (moral decline) atau itikad jahat (bad faith) pelaku usaha.





BAB 17
PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

A.    ARTI PENTING PERLINDUNGAN
      Untuk memenuhi berbagai keinginan di dalam negeri dan antisipasi perubahan lingkungan strategis internasional, sektor pertanian harus mampu meningkatan daya saing produk yang dihasilkan. Peningkatan daya saing ini bukan hanya penting bagi komoditas berorientas ekspor, melainkan juga bagi komoditas untuk kebutuhan domestik. Upaya peningkatan daya sering dapat dilakukan, antara lain, dengan peningkatan produktivitas, mutu, dan pengembangan sistem agribisnis secara terpadu.
     
B.     LINGKUP PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN
1.      Beberapa Konsep
a.      Varietas Tanaman
Varietas tanaman adalah sekelompok tanaman dari suatu jenisatau spesies yang ditandai olehbentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, biji, dan ekspresi karakteristik genotype atau kombinasi genotype yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan. Varietas tanaman tersebut dikembangkan melalui pemulihan tanaman, yaitu rangkaian kegiatan penelitian dan pengujian atau kegiatan penemuan dan pengembangan suatu varietas.
b.      Perlindungan Varietas Tanaman
Perlindungan varietas tanaman adalah perlindungan khusus yang diberikan negara, yang dalam hal ini diwakili oleh pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman terhadap Varietas Tanaman yang dihasilkan oleh Pemulia Tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Waktu tertentu perlindungan yang dimaksud adalah 20 tahun untuk tanaman semusim dan 25 tahun untuk tanaman tahunan.
c.       Kantor Perlindungan Varietas Tanaman
Kantor Perlindungan Varietas Tanaman adalah unit organisasi di lingkungan departemen yang melakukan tugas dan kewenangannya di bidang perlindungan Varietas Tanaman. Departemen yang dimaksud adalah Departemen Pertanian, yang dipimpin oleh Menteri Pertanian. Kantor perlindungan Varietas Tanaman merupakan unit organisasi di lingkungan Departemen Pertanian yang diberi tugas dan wewenang untuk elakukan pencatatan Permohonan, penerimaan, pemeriksaan, mengumumkan Varieatas Tanaman yang diberikan perlindungan.

C.    HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG HAK
1.      Hak Pemegang Hak Perlindungan
Pemegang hak perlindungan Varietas Tanaman memiliki hak untuk menggunakan dan memberikan persetujuan kpada orang atau badan hukum lain untuk menggunakan varietas berupa benih dan hasil panen yang digunkan untuk propagasi (Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000).
Perbanyakan benih adalah usaha produksi benih. Benih dapat berwujud dalam berbagai bentuk, seperti biji, batang, mata temple, batang bawah, dalam bibit kultur jaringan. Penyiapan untuk ujuan propagasi lebih ditekankan pada usaha-usaha proses dan teknik propagasi, seperti penyiapan mata temple, bibit kultur jaringan, dan sebagainya.
2.      Kewajiban Pemegang Hak Perlindungan
Pemegang hak perlindungan Varietas Tanman berkewajiban:
a.       Melaksanakan Hak Perlindungan Varietas Tanamannya di Indonesia;
b.      Membayar biaya tahunan Perlindungan Varietas Tanaman;
c.       Menyediakan dan menunjukan contoh benih varietas yang telah mendapatkan hak Perlindungan Varietas Tanaman di Indonesia (Pasal 9  ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000).
Dikecualikan dari kewajiban melaksanakan hak Perlindungan Varietas Tanaman di Indonesia apabila peaksanaan Perlindungan Varietas Tanaamn tersebut secara teknis dan atau ekonomi tidak layak dilaksanakan di Indonesia (Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000).

D.    PERMOHONAN HAK PERLINDUNGAN
1.      Pengajuan Permohonan
Permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman diajukan kepada Kantor Perlindungan Varietas Tanaman secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan membayar biaya yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian.
Permohonan Perlindungan Varietas Tanaman harus diajukan oleh pemohon. Dalam hal permohonan hak diajukan oleh orang atau badan hukum selaku kuasa Pemohon, harus disertai surat kuasa khusus dengan mencantumkan nama dan alamat lengkap kuasa yang berhak. Jika permohonan diajukan oleh ahli waris, harus disertai dokumen bukti ahli waris. 
2.      Penerimaan Permohonan
      Permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman dianggap diajukan pada tanggal penerimaan surat Permohonan hak oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman dan teah diselesaikan pembayaran biayanya. Tanggal penerimaan surat surat Permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaamn adalah tanggal pada saat Kantor Perlindungan Varietas Tanaman menerima surat Permohonan hak yang telah memenuhi syarat-syarat secara lengkap.
3.      Larangan Mengajukan Permohonan dan Kewajiban Menjaga Kebersihan
Selama masih terikat dinas aktif singga selama satu tahun sesudah pensiun atau berhenti karena sebab apa pun di kantor Perlindungan Varietas Tanaman, pegawai Kantor Perlindungan Varietas Tanaman atau orang yang karena penguasaannya bekerja untuk dan atas nama Kantor Perlindungan Varietas Tanaman, dilarang mengajukan Permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman, memperoleh hak atau memegang hak yang berkaitan dengan Perlindungan Varietas Tanaman, kecuali jika pemilikan hak Perlindungan Varietas Tanaman itu diperoleh karena warisan (Pasal 22 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2003).
4.      Pengumuman Permohonan
Kantor perlindungan Varietas Tanaman mengumumkan hak Perlindungan Varietas Tanamn yng telah memenuhi ketentuan Pasal 11 dan atau Pasal 14 serta tidak ditarik kembali (Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000). Pengumuman surat Permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman dimaksudkan agar masyarakat luas mengetahui adanya Permohonan hak Perlindungna Varietas Tanaman atas suatu varietas. Tenggang waktu untuk Permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman dengan hak prioritas diberikan lebih lama mengingat proses pemeriksaan persyaratan Permohonan dengan hak prioritas oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman memerlukan waktu yang lebih lama.
5.      Pemeriksaan Substantif
Permohonan pemeriksaan substantif dan permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman harus diajukan secara tertulis ke Kantor Perlindungan Varietas Tanaman selambat-lambatnya satu bulan setelah beraksirnya masa pengumuman dengan membayar biaya pemeriksaan tersebut. Besarnya biaya pemeriksaan substantif ditetapkan oelh Menteri Pertanian (Pasal 29 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000). Apabila dalam jangka waktu satu bulan setelah berakhirnya pengumuman, Kantor Perlindungan Varietas Tanaman belum menerima Permohonan Pemeriksaan tersebut, Permohonan perlindungan Varietas Tanaman dianggap ditarik kembali.
6.      Pemberian atau Penolakan permohonan
Kantor perlindungan Varietas Tanaman harus memutuskan untuk memberi atau menolak Permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman dalam waktu selambat-lambatnya 24 bulan terhitung sejak tanggal Permohonan pemeriksaan subtantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1).
7.      Permohonan Banding
Permohonan banding diajukan secara tertulis oleh Pemohon hak Perlindungan Varietas Tanaman atau kuasa hukumnya kepada Komisi Banding Perlindungan Varietas Tanaman disertai uraian secara lengkap keberatan terhadap penolakan Permohonan hak berikut alasannya dan selambat-lambatnya tiga bulan sejak tanggal pengiriman surat penolakan Permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman dengan tembsan kepada Kantor Perlindungan Varietas Tanaman (Pasal Pasal 36 ayat (2) Undang-Undnag Nomor 29 Tahun 2000).

E.        PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN
1.      Pengalihan Hak Perlindungan Varietas Tanaman
Menurut ketentuan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000, hak Perlindunagn Varietas Tanaman dapat beralih dan dilaihkan karena pewarisan,hibah, wasiat, perajnjian dalam bentuk akta notaries, atau sebab lain yang dibenarkan oleh Unndag-Undang .
Pengalihan hak Perlindungan varietas Tanman tidak menghapus hak pemulia untuk tetap dicantumkan nama dan identitas lainnya daam sertifikat hak Perlindungan Varietas Tanaman yang bersangkutan serta hak memperoleh imbalan.

2.      Pengalihan Hak Melalui Lisensi
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakan seluruh atau sebgaian hak Perlindunan Varietas Tanaman. Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 menentukan, Pemegang hak Perlindungna Varietas Tanaman berhak memberi lisensi kepada orang atau badan hukum lain berdasarkan surat perjanjian liensi.
3.      Lisensi Wajib
Lisensi wajib adalah lisensi yang diberikan oleh Pemegang hak Perlindungan Varietas Tanamn kepada pemohon berdasarkan puusan Pengadilan Negeri. Menurut ketentuan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000, setiap orang atau badan hukum, setelah lewat jangka waktu 36 bulan terhitung sejak tanggal pemberian hak Perlindungan Varietas Tanaman, dapat mengajukan permintaan lisensi wajib kepada Pengadilan negeri untuk menggunakan hak Perlindungan Varietas Tanaman yang bersangkutan.
                                                                                                  
F.     BERAKHIRNYA HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN
1.      Berakhirnya Jangka WaktuPerlindungan
Pasal 56 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 menentukan tiga cara berakhirnya hak Perlindungan Varietas Tanaman, yaitu:
a.       Karena berakhirnya jangka waktu perlindungan;
b.      Karena pembatalan; dan
c.       Karena pencabutan.
2.      Pembatalan Hak Perlindungan Tanaman
Pasal 58 Undang-Undang Nomor 29 tahun 2000 menentukan bahwa pembatalan hak Perlindungan Varietas Tanaman dilakukan oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman.
3.      Pencabutan Hak Perlindungan varietas Tanaman
Pasal 50 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 menentukan bahwa pencabutan hak Perlindungan Varietas Tanaman dilakukan oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman.

G.    HAK MENUNTUT DAN SANKSI HUKUM
1.      Tuntutan Perdata
Pemegang Perlindungan Varietas Tanaman atau Pemegang Lisensi wajib berhak menuntut ganti kerugian melalui Pngadilan Negeri kepada siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
Hak untuk menajukan tuntutan ganti kerugian tidak mengurangi hak Negara untu kmelakukan tuntutan pidana terhadp pelanggar hak Perlindungan Varietas Tanaman.
2.      Tuntutan Pidana
Pasal 71 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 menentukan:
Barang siapa dengan sengaja melakukan salah satu kegiatan yang ditentukan dalam Pasal 6 tanpa persetujuan Pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman, dipidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp 2.500.000000,00 (Dua Setengan Miliar Rupiah)”.