BAB 1
KONSEP, LINGKUP, DAN
SUMBER HUKUM KEKAYAAN INTELEKTUAL
A.
KONSEP
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Dalam
literatur hukum Anglo Saxon istilah intelellectual
property rights. Istilah hukum tersebut di terjemahkan je dalam bahasa
Indonesia menjadi dua macam istilah hukum. Hak milik intelektual dan hak
kekayaan intelektual. Perbedaan terjemahan tersebut terletak pada property kata tersebut memang dapat diartikan sebagai
kekayaan dapat juga sebagai milik. Pembentukan undang-undang menggunakan
istilah kekayaan intelektual sebagai istilah resmi dalam perundang-undangan
Indonesia.
B.
LINGKUP
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Menurut
Anglo saxion, hak kekayaan intelektual di klasifikasikan menjadi hak cipta
(copyright) dan hak milik perindustrian (industrial
property rights). Menurut convention
Establising the world Intellectual property organization (WIPO), hak milik
perindustrian diklasifikasikanmenjadi :
1. Paten
(patent);
2. Model
dan rancang bangun (utility models);
3. Desain
industri (indusrial design);
4. Merek
dagang (trade mark);
5. Nama
dagang (trade name);
6. Sumber
tanda atau sebutan asal (indication of
sour or appellation of origin).
C.
SUMBER
HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Setelah
menjadi anggota penanda tangan Uruguay round Indonesia kini sudah memiliki hak
kekayaan intelektual yang diatur, dengan undang-undang yang meliputi:
1. Hak
cipta diatur Undang-undang nomor 19 tahun 2002;
2. Paten
diatur oleh undang-undang nomor 14 tahun 2001;
3. Merek diatur oleh undang-undang nomor 15 tahun
2001;
4. Perlindungan
varietas tanaman diatur oleh undang-undang nomor 29 tahun 2000;
5. Rahasia
dagang diatur undang-undang nom or 30 tahun 2000;
6. Desain
industri diatur dengan undang-undang nomor 31 tahun 2000;
7. Desain
tata letak sirkuit terpadu diatur dengan undang-undang nomor 32 tahun 2000
BAB 2
ARTI PENTING
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
A. BUKTI PENGUASAAN ILMU PENGETAHUAN
DAN TEKNOLOGI (IPTEK)
Hak kekayaan
Intelektual (HKI) merupakan hasil proses kemampuan berpikir yang dijelmakan ke
dalam suatu bentuk Ciptaan atau Invensi. Ciptaan atau Invesi tersebut merupakan
milik yang diatasnya melekat suatu hak yang bersumber dari akal (intelek). Upaya
menghasilkan Ciptaan atau Invensi dapat pula dilakukan dengan cara memodifikasi
Ciptaan atau Invensi yang kemudian didaftarkan untuk memperoleh pengakuan
sebagai Hak Cipta baru atau Paten baru. Sebagai contoh yaitu:
1. Novel
(Hak Cipta asal) dimodifikasi menjadi sinetron (Hak Cipta Kaitan);
2. Mangkuk
merah (Hak Cipta asal dimodifikasi menjadi cap mangkuk merah merek suatu produk
(Hak Cipta Kaitan);
3. Paku
lurus (Paten asal) dimodifikasi menjadi paku lurus dengan sekrup yang daya
tancapnya lebih kuat (Paten baru).
B.
SUMBER
KEKAYAAN MATERIAL
Hak Kekayaan Intelektual merupakan
sumber kekayaan material bagi pemiliknya karena mempunyai nilai ekonomi. Dalam
kegiatan industri dan perdagangan, keuntungan ekonomi tidak hanya dapat
dinikmati oleh pemilik, tetapi juga oleh pihak lain. Cara memperoleh keuntungan
ekonomi tersebut sebagai berikut:
1. Hak
Kekayaan Intelektual digunakan untuk menjalankan suatu bisnis tertentu bagi
pemiliknya sendiri, misalnya Merek Dagang/Jasa;
2. Hak
Kekayaan Intelektual diwujudkan dalam bentuk dalam bentuk Model dan Rancang
Bangun suatu produk industri kemudian dipasarkan kepada para konsumen, misalnya
karya arsitektur dan bangunan rumah;
3. Hak
Kekayaan Intelektual dialihkan penggunaan/pemanfaatannya kepada pihak lain
melalui lisensi (izin) sehingga pemilik memperoleh keuntungan ganda, misalnya
Hak Cipta dilisensikan kepada Produser.
C.
BASIS
INDUSTRI DAN PERDAGANGAN MODERN
Hak Kekayaan Intelektual merupakan basis
industri modern. Dikatakan basis karena Hak Kekayaan Intelektual menjadi dasar
pertumbuhan industri secara modern yang bersumber pada Invensi baru, teknologi
canggih, kualitas tinggi, dan berstandar mutu. Hak Kekayaan Intelektual juga
merupakan basis perdagangan modern. Dikatakan basis karena Hak Kekayaan
Intelektual menjadi dasar perkembangan perdagangan modern yang menggunakan
Merek Terkenal sebagai goodwil, lambang
kualitas dan standar mutu, sarana menembus segala jenis pasar, diperdagangkan
dengan jaminan, guna menghasilkan keuntungan besar.
D.
STRATEGI
KEKUATAN NASIONAL
Kekuatan nasional suatu negara
bergantung juga pada kemajuan dan kemampuan menghasilkan Hak Kekayaan
Intelektual. Hal ini telah dibuktikan oleh negara-negara maju (developed countries) sejak sebelum
Perang Dunia II telah mempersiapkan diri menjadi negara kuat (superpower) dengan mengandalkan
strategi utama, yaitu penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jika ingin
menjadi negara superpower, kuasailah ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai
sumber Ciptaan dan Invensi Hak Kekayaan Intelektual. Pengembangan dan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi telah dibuktikan oleh Jerman dan
Jepang hingga meletusnya Perang Dunia II.
E.
ASPEK
HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Aspek hukum Hak Kekayaan Intelektual
bermula dari hasil kemampuan berpikir (daya cipta). Hasil kemampuan berpikir
tersebut berupa ide hanya dimiliki oleh Pencipta atau Inventor secara khusus (exclusive) yang kemudian diwujudkan dalam
bentuk Ciptaan atau Invensi.
Hak Kekayaan Intelektual bersumber pada
dua jenis hubungan hukum, yaitu hubungan hukum karena ketentuan undang-undang
dan karena perjanjian antara pemilik hak dan penerima hak. Pembentuk
undang-undang mengatur Hak Kekayaan Intelektual mengingat arti pentingnya
sebagai kekayaan yang bernilai ekonomi bagi pemiliknya yang patut dilindungi.
BAB 3
HAK EKONOMI, HAK MORAL, DAN FUNGSI
SOSIAL
A.
HAK EKONOMI
Hak Ekonomi (economic right) adalah hak untuk memperoleh
keuntungan ekonimi atas kekayaan intelektual. Hak ekonimi merupakan keuntungan
sejumlah uang yang diperoleh karena penggunaan sendiri Hak Kekayan Intelektual
atau pengunaan pihak lain berdasarkan lisensi.
Pada Paten dan Merek, jenis Hak Ekonomi sangatlah terbatas. Hak
Ekonomi pada Pten hanya dibai menjadi dua jenis yaitu hak penggunaan sendiri
dan penggunaan melalui lisensi tanpa variasi lain. Sedangkan pada Merek, Hak
Ekonomi dibai menjadi tiga jenis, diantaranya hak pengguna sendiri, pengunaan
mengunakan lisensi merek dagang, dan lisensi merek jasa tampa variasi lain.
B.
HAK MORAL
Selain Hak Ekonomi dalam Hak Kekayaan Intelektual adapula aspek
lain yaitu Hak Moral. Yang dimaksud denan Hak Moral adalah hak yang melindungi
kepentingan pribadi tau reputasi Pencipta atau investor.
Hak Moral berasal dari Hukum Eropa Kontinental. Menurut konsep
hukum ini, Hak pengarang terdiri atas Hak Ekonomi dan Hak Moral, Hak Ekonomi
untuk emdapatkan keuntungan yang bernilai sedangkan Hak Moral yang menyankut
atas reputasi sang Pencipta (Djumhana cs, 1997).
C.
FUNGSI SOSIAL
Menurut sistem hukum Indonesia, setiap hak milik mempunyai fungsi
sosial beitu juga Hak Atas Kekayaan Intelektual. Fungsi sosial tersebut memliki
makna bahwa hak milik di sampin intuk kepentingan pribadi pemiliknya, mempunyau
peran atau kepentingan umum. Kepentingan umum merupakan pembatasan terhadap
penggunaan hak milik pribadi yang diataur dengan unadang-undang
BAB 4
KONVENSI INTERNASIONAL
TENTANG HAK KEKAYAAN INTERNASIONAL
A. Tujuan Konvensi Internasional
Penggunaan
Hak Kekayaan Intelektual melintasi batas negara-negara mulai terjadi menjelang
akhir abad ke-19. Hal ini mengakibatkan perlunya perlindungan terhadap Hak
Kekayaan Intelektual tidak hanya secara bilateral, tetapi juga secara
multilateral atau secara global. Untuk memberikan perlindungan tersebut, maka
dilakukan upaya bersama antar negara dengan membentuk beberapa konvensi
internasional sebagai berikut:
1. International convention foe the
protection of industrial property right di bidang hak milik
perindustrian pada tahun 1883 yang ditandatangani di Paris pada tanggal 20
Maret 1883. Konvensi ini terkenal dengan sebutan Konvensi Paris (Paris Convention);
2. International convention for the
protection of literaty and artistic works di bidang hak
cipta pada tahun 1886 yang ditandatangani di Bern pada tanggal 9 September
1886. Konvensi ini terkenal dengan sebutan Konvensi Bern (Bern Convention).
B.
Konvensi
Hak Milik Perindustrian
1.
Konvensi
Paris
Konvensi
Paris merupakan konvensi pertama yang mengatur hak milik perindustrian, yang
meliputi paten, merek, dan desain industry. Konvensi Paris memuat tiga bagian
penting yaitu:
a. Ketentuan-ketentuan
pokok mengenai prosedur, antara lain prosedur menjadi anggota uni;
b. Prinsip-prinsip
yang menjadi pedoman wajib negara
anggota uni, antara lain perlakuan kesamaan hak nasional (national treatment);
c. Ketentuan-ketentuan
mengenai materi hak milik perindustrian yang meliputi paten, merek, dan desain
industry, antara lain hak prioritas dalam perlindungan paten, lisensi wajib
pada paten.
2.
Perjanjian
kerja sama paten
Tujuan
kerja sama internasional paten adalah untuk memperoleh perlindungan paten di
beberapa negara penanda tangan perjanjian kerja sama. Untuk memperoleh
perlindungan, pemilik paten harus mengajukan permohonan kepada setiap negara di
mana perlindungan itu diperlukan. Kantor Paten Nasional masing-masing negara
harus melaksanakan penelitian terhadap permohonan perlindungan paten.
3.
Konvensi
Strasbourg
Pada
tahun 1954 Dewan Eropa mengadakan konvensi mengenai klasifikasi tersebut.
Klasifikasi itu telah diterima dengan baik, tetapi Dewan Eropa tidak mempunyai
sarana yang cukup untuk menjaga klasifikasi agar tetap mutakhir. Oleh karena
itu, diangap lebih baik jika klasifikasi itu dikelola oleh WIPO.
4.
Konvensi
Paten Eropa
Konvensi
ini diadakan pada tahun 1973 dan berlaku di tiga belas negara Eropa. Konvensi
ini bertujuan untuk menciptakan Paten Eropa yang dapat diperoleh berdasarkan
permohonan dan berlaku dengan menerapkan persyaratan yang sama seperti paten
nasional di Negara di mana perlindungan itu dimintakan.
5.
Konvensi
Budapest
Konvensi
ini diadakan pada tahun 1977 dan kemudian direvisi pada tahun 1980. Konvensi
ini berkenaan dengan paten penggunaan jasad renik baru. Bagi seorang inventor,
apabila patennya ingin mendapattkan perlindungan internasional, dia harus
menyerahkan contoh jasad renik yang bersangkutan di Negara yang dimintakan perlindungan.
Masalah ini diselesaikan oleh Konvensi Budapest yang memungkinkan untuk
menyerahkan penyimpanan (deposit) tunggal jasad Badan Penyimpanan Internasional
(International Depository Board). renik
tersebut kepada
6.
Perjanjian
Merek
Selain
menggunakan konvensi Paris, bidang merek juga membentuk bermacam perjanjian
internasional, yaitu:
a. Perjanjian
Madrid 1891: Madrid Agreement Concerning
Repression of False Indications of Origin;
b. Perjanjian
Madrid 1891: Madrid Agreement Concerning
the International Registration of Trademarks;
c. Perjanjian
Den Haag 1925: Tha Hague Arrangemnet
Concerning the International Deposit of Industrial Pattern anf Design;
d. Perjanjian
Lisabon 1938: Lisabon Agreement
Concerning the Protection and the International Registration of Declaration of
Origin;
e. Perjanjian
Nice 1957: Nice Agreement Concerning the
International Classification of Goods and Services to which Trademarks Apply.
C.
Konvensi
Hak Cipta
1.
Konvensi
Bern
Konvensi
Bern mengatur tentang perlindungan karya sastra dan seni, ditandatangani di
Bern pada tanggal 9 September 1886. Konvensi ini mengalami beberapa kali
revisi, yaitu:
a. Di
Paris tanggal 4 Mei 1896;
b. Di
Berlin tanggal 13 November 1908;
c. Di
Bern tanggal 24 Maret 1914;
d. Di
Roma tanggal 2 Juli 1928;
e. Di
Brussel tanggal 26 Juni 1948;
f. Di
Stockholm tanggal 14 Juli 1967;
g. Di
Paris tanggal 24 Juli 1971.
Objek
perlindungan hak cipta dalam konvensi ini terdiri dari karya sastra, ilmu, dan
seni. Di samping karya asli dari pencipta pertama, dilindungi juga karya-karya
kaitan (salinan) seperti terjemahan, saduran, aransemen music, dan karya
fotografis.
2.
Konvensi
Jenewa
Pada
tanggal 6 September 1952 ditandatangani Konvensi Jenewa tentang Hak Cipta
Universal yang terkenal dengan Universal
Copyright Convention yang mulai berlaku pada tanggal 16 September 1955.
Tujuannya memberikan perlindungan hak cipta secara universal.
3.
Konvensi
khusus
Beberapa
konvensi yang khusus mengatur satu aspek saja dari hak cipta. Konvensi-konvensi
tersebut adalah:
a. Konvensi
Strasbourg 1960 tentang European
Agreement on the Protection of Television Broadcast.
b. Konvensi
Roma 1961 tentang International
Convention protection for Performers, Procedurs of Phonograms and Broadcasting
Organization.
c. Konvensi
Roma 1961 tentang Convenntion for the
Protection of Phonograms Against Unauthorized Duplication of Their Phonograams.
d. Konvensi
Wina 1973 tentang Agreement for the
Protection of Type Faces and Their International Deposit.
e. Konvensi
Brussel tahun 1974 tentang The
Distribution of Programme Carrying Signals Transmitted by Satelite.
4.
Putaran
Uruguay
Di
Uruguay diadakan perundingan antara Negara-negara anggota GATT guna membahas
masalah-masalah yang berkenaan dengan perdagangan internasional termasuk juga
hak kekayaan intelektual. Skhirnya dengan kesepakatan diterima naskah Final Act Uruguay Round pada tanggal 15
Desember 1993 yang mengakhiri perundingan Putaran Uruguay.
BAB 5
PUTARAN
URUGUAY
DAN
ORGANISASI
PERDAGANGAN DUNIA
A.
Putaran Uruguay
Putaran Uruguay adalah rangkaian perundingan
perdagangan multilateral antara wakil-wakil Negara peserta dan masyarakat
Eropa. Setelah perundingan berlangsung selama tujuh tahun, naskah Persetujuan
Akhir (final act) Putaran Uruguay diterima dengan kesepakatan pada tanggal 15
Desember 1993 dan secara resmi menandatangani oleh wakil-wakil peserta putaran
Uruguay di Marakesh. Persetujuan Akhir Putaran Uruguay yang memuat hasil-hasil
perundingan perdagangan multilateral meliputi Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia disertai empat lampiran sebagai bagian tak
terpisahkan dari persetujuan tersebut.
B.
Persetujuan
Akhir Putaran Uruguay
Dengan menandatangani persetujuan akhir ini,
wakil-wakil setuju :
1. Menyampaikan sebagaimana seharusnya,
Persetujuan Organisasi Perdagangan Dunia untuk mendapat pertimbangan lembaga
yang berwenang masing;
2. Menerima deklarasi dan Keputusan Tingkat
Menteri.
Para wakil setuju terhadap keinginan semua
peserta Putaran Uruguay dari Perundingan Perdagangan Multilateral untuk
menerima Persetujuan Organisasi Perdagangan Dunia (selanjutnya disebut peserta)
dengan maksud untuk memberlakukannya dimulai tanggal 1 Januari 1995 atau
sesegera mungkin sesudahnya.
C.
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia
Berdasarkan hasil perundingan Putaran Uruguay
yang disepakati dalam The Agreement Establishing the World Trade Organization,
maka dibentuk Organisasi Perdagangan Dunia.
BAB 6
ASPEK-ASPEK DAGANG HAK KEKAYAAN
INTELEKTUAL
A.
PRINSIP-PRINSIP
DASAR
Kaitannya
dengan konvensi-konvensi tentang hak kekayaan intelektual, negara anggota wajib
mematuhi ketentuan dalam Pasal 1 sampai 12 dan Pasal 19 Konvensi Paris tahun
1967. Setiap negara anggota wajib memberikan perlindungan yang sama terhadap Hak
Kekayaan Intelektual warga negara
anggota lain, sebagaimana kepada warganya sendiri dengan memperhatikan
pengecualian yang telah diatur dalam Konvensi Paris, Konvensi Bern, Konvensi
Roma, dan perjanjian tentang Hak Kekayaan Intelektual atas Rangkaian Elektronik
Terpadu. Namun, negara anggota dapat memanfaatkan pengecualian yang disebut
dalam ayat (1), dalam kaitannya dengan prosedur peradilan dan administrasi.
B.
STANDAR
PEMBERIAN DAN PENGGUNAAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
1.
Hak
Cipta dan Hak-Hak Terkait Lainnya
Negara
anggota wajib memenuhi ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Konvensi Bern.
Akan tetapi, negara anggota tidak mempunyai hak ataupun kewajiban berdasarkan
persetujuan ini, sepanjang mengenai hak-hak yang diperoleh berdasarkan Pasal 6
bis konvensi tersebut atau hak-hak yang timbul daripadanya. Perlindungan hak
cipta meliputi expressions dan tidak dapat meliputi ide prosedur, metode kerja,
atau konsep matematik sejenisnya (Pasal 9 TRIPs: kaitan dengan Konvensi Bern).
Negara
anggota dapat melaksanakan haknya yang diberikan, yakni mengenai persyaratan,
pembatasan, pengecualian dan reservasi berdasarkan Konvensi Roma.
2.
Merek
Dagang
Setiap
lambang atau kombinasi dar beberapa lambang, yang mampu membedakan barang atau
jasa suatu usaha dari usaha lain, dapat menjadi merek dagang. Termasuk nama
pribadi, huruf, angka, unsur figur dan kombinasi dari beberapa warna dapat
didaftarkan sebagai merek dagang.
Negara
anggota dapat mensyaratkan pendaftaran suatu merek dagang dengan penggunaannya.
Akan tetapi, penggunaan merek dagang secara nyata tidak dapat digunakan sebagai
syarat pengajuan permintaan pendaftarannya. Sifat barang dan jasa untuk merek
dagang tidak dijadikan hambatandalam suatu merek dagang. Negara anggota wajib
mengumumkan setiap merek dagang, baik sebelum maupun sesudah didaftarkan, dan
wajib menyediakan kesempatan untuk mengajukan sanggahan terhadap pendaftaran
tersebut. Negara angota juga dapat memberi kesempatan bagi pihak yang
mengajukan permintaan pendaftaran untuk melakukan perlawanan terhadap sanggahan
tersebut.
3.
Indikasi
geografis
Indikasi
geografi adalah tanda yang identifikasi suatu barang sebagai berasal dari
wilayah salah satu Negara anggota atau suatu daerah didalam wilayah tersebut
dimana tempat asal barang tersebut merupakan hal yang sangat penting bagi
reputasi orang yang bersangkutan karena kualitas dan karakteristiknya
sehubungan dengan indikasi geografis Negara anggota wajib menyediakan sarana
hukum untuk pihak yang berkepentingan.
4.
Desain
Industri
Negara
anggota wajib memberikan perlindungan terhadap karya cipta yang berupa desain
industry yang baru atau asli. Pemilik suatu desain indistri yang dilindungi
mempunyai hak untuk mencegah pihak ketiga yang tidak memperoleh izin darinya
untuk membuat, menjual, atau mengimport benda yang memuat desain yang merupakan
salinan atau secara substiyansi merupakan salinan dari desain yang dilindungi
jika tindakan-tindakan tersebut dilakukan unuk tujuan komersial.
5.
Paten
Paten
memberikan untuk semua invensi, baik dalam bentuk produk maupun proses, dalam
semua bidang teknologi sepanjang invensi
yang bersangkutan baru. Negara anggota dapat juga menetapkan bahwa hal-hal
berikut tidaj diberikan paten :
a. Metode
pemeriksaan/ analisis pengobatan/penyembuhan. Operasi untuk menangani manusia
dan hewan;
b. Tumbuhan
dan hewan selain jasad renik ,dan proses biologis untuk memproduksi tumbuhan
atau hewan selain proses non biologis dan mikrobiologis.
Jangka
waktu perlindungan yang diberikan tidak boleh dari dua puluh tahun terhitung
sejak tanggal permohonan paten (pasal 33 TRIP’s jangka waktu perlindungan).
Dalam kaitannya dengan gugatan perdata sehubungan dengan adanya pelanggaran
terhadap hak pemiliknya.
6.
Desain
Layout Rangkaian Elektronik Terpadu
Negara
anggota sepakat untuk memberikan perlindungan terhadap desain layout
(topografi) rangkaina elektronik terpadu (selanjutnya disebut desain layout)
sesuai dengan ketentuan pasal 2 sampai dengan pasal 7. Apabila Negara anggota mewajibkan pendaftaran
sebagai syarat untuk memperoleh perlindungan , jangka waktu perlindungan
terhadap desain layout berlangsung sekurang-kurangnya sepuluh tahun terhitung
sejak tanggal pengajuan permintaan
pendaftaran atau sejak eksploitasi secara komersial utuk pertama kali terjadi
dimana pun hal tersebut berlangsung.
7.
Informasi
yang Dirahasiakan
Dalam
rangka menjamin perlindungan yang fektif untuk melawan persaingan curang,
Negara anggota wajib memberikan pelindungan terhadap informasi yang
dirahasiakan dan terhadap data yang diserahkan kepada pemerintah. Negara
anggota wajib menyediakan sarana yang memungkinkan perseorangan atau badan
hukum untuk mencegah di umumkan. Praktik komersial yang jujur sepanjang
informasi yang besangkutan:
a. Merupakan
rahasia baik yang mempunyai bentuk tertentu maupun dalam wujud konfigurasi dari
gabungan komponen-komponennya;
b. Telah
ditandatangani sedemikian rupa oleh pihak yang secara sah menguasai agar
terjaga kerahasiaannya (pasal 39 TRIP’s).
8.
Pengendalian
Praktik Persaingan Curang
Negara
anggota sepakat bahwa beberapa praktik perlisensian atau persyaratan yang
berkaitan dengan hak kekayaan intelektual yang menghambat persaingan dapat
berakibat tidak baik terhadap
perdagangan dan dapat menghambat proses alih dan penyebaran teknologi. Tidak
satupun ketentuan dalam persetujuan ini yang menghalangi negara anggota untuk
menetapkan dalam peraturan perundang-undangan nasionalnya praktik perlisensian
atau persyaratan yang dalam hal tertemtu merupakan penyalahgunaan hak kekayaan
intelektual yang berakibat tidak baik terhadap persaingan dalam pasar terkait.
C.
PENEGAKAN
HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
1.
Kewajiban
Umum
Negara
anggota wajib mejamin bahwa prosedur penegakan hukum yang ditentukan dalam bab
ini tersedia dalam hukum nasionalnya dalam rangka memungkinkan dilakukannya
gugatan secara efektif terhadap setiap pelanggaran hak kekayaan intelektual yang
diatur dalam persetujuan ini, termasuk upaya singkat untuk mencegah terjadinya
pelanggaran dan upaya yang dapat membuat jera pelanggar yang lain.
2.
Prosedur
Perdata dan Administratif
Negara
anggota wajib menyediakan prosedur peradilan perdata bagi pemegang hak
sehubungan dengan penegakan hukum hak kekayaan intelektual yang dicakup oleh persetujuan ini. Tergugat berhak untuk
memperoleh dalam waktu singkat pemberitahuan tertulis yang memuat secara cukup
detail mengenai gugatan, termasuk mengenai dasar gugatan. Badan peradilan berwenang untuk memerintahkan
pihak pelanggar agar membayar ganti rugi kerugian yang memadai kepada pemegang
hak sehubungan dengan kerugian yang diderita oleh yang bersangkutan.
D.
MEMPEROLEH
DAN MEMPERTAHANKAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Dalam
hal untuk memperoleh hak kekayaan intelektual, bergantung pada pemberian atau
pendaftarannya, Negara anggota wajib menjamin bahwa prosedur pemberian atau
pendaftaran dimaksud, sepanjang dipenuhi persyaratan substansi untuk memperoleh
hak yang bersangkutan, memungkinkan pemberian atau pendaftaran hak tersebut
dalam waktu yang wajar agar pengurangan secara tidak bertanggung jawab atas
masa perlindungan dapat dihindarkan. Prosedur untuk memperoleh atau
mempertahankan hak kekayaan intelektual serta apabila hukum nasional
mengaturnya, ketentuan mengenai pembatalan secara administrative dan prosedur
inter partes, seperti pengajuan keberatan, pencabutan dan pembatalan tunduk
pada prinsip-prinsip umum .
E.
PENCEGAHAN
DAN PENYELESAIAN SENGKETA
1.
Transparansi
Negara
anggota wajib untuk membeberkan informasi yang dapat menghambat penegakan hukum
atau bertentangan dengan kepentingan umum atau mengurangi kepentingan sah dari perusahaan besar tertentu, baik
publik maupun perdata.
2.
Penyelesaian
Sengketa
Dewan
TRIP’s wajib mempelajari lingkup dan modalitas untuk keberatan-keberatan ,
kemudian wajib menyampaikan rekomendasi untuk disetujui dalam pertemuan tingkat
menteri. Setiap keputusan pertemuan tingkat mentri untuk menyetujui rekomendasi dimasdu atau untuk memperpanjang
jangka waktu tersebut dilakukan atas dasar consensus.
F.
KETENTUAN
PERALIHAN
1.
Masa
Peralihan
Anggota yang merupakan Negara berkembang
diwajibkan oleh persetujuan ini untuk memperluas perlindungan objek paten
sehingga mencakup bidang teknologi yang
tidak dilindingi di wilayahnya pada tanggal berlakunya persetujuan ini, maka
Negara yang bersangkutan dapat menunda pelaksanaan.
2.
Negara
Tertinggal
Dengan meperhatikan kebutuhan dan
persyaratan khusu baginya keadaan ekonominya, hambatan finasial dan
administratifnya. Dewan TRIP’s wajib, atas permohonan Negara anggota yang
merupakan Negara tertinggal, untuk menyutujui perpanjangan jangka waktu
tersebut. Anggota yang merupakan Negara maju wajib menyediakan
kemudahan/insentif kepada perusahaan besar dan institusi yang berada dalam
wilayah mereka.
3.
Kerja
sama teknik
Dalam rangka mendukung pelaksanaan
persetujuan ini, anggota yang merupakan negaa maju wajib memberikan, atas dasr
permohonan dan persyaratan yang disetujui bersama, kerja sama teknik dan
financial yang menguntungkan Negara
anggota yang merupakan Negara berkembang dan Negara tertinggal. Kerja sama dimaksud
mencakup bantuan dalam penyiapan peraturan perundang-undangan nasional tentang
perlindungan dan penegakan hukum hak kekayaan intelektual.
G.
KELEMBAGAAN
DAN PENUTUP
1.
Dewan
Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIP’S)
Dewan
TRIP’s mengawasi pelaksanaan persetujuan ini dan secara khusus, pemenuhan
kewajiban oleh Negara anggota, dan wajib menyediakan kesempatan bagi Negara
anggota untuk membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan TRIP’s. dewan
wajib melaksanakan tanggung jawab lain yang ditetapkan oleh Negara anggota dan
terutama wajib memberikan bantuannya dalam rangka penyelesaian sengketa.
2.
Kerjasama
Internasional
Anggota
bersepakat untuk bekerja sama satu-sama lain dengan tujuan untuk menghapus
kegiatan perdagangan internasional atas
barang-barang hasil pelanggaran hak kekayaan intelektual. Untuk itu, akan dibentuk
dan menotifikasikan lembaga tertentu dalam pemerintahan masing-masing sebagai
contact point dan siap untuk saling menukar
informasi mengenai perdagangan barang hasil penyelenggaraan hak kekayaan
intelektual. Mereka wajib, terutama meningkatkan saling tukar informasi dan
kerjasama di antara otoritas pabeaan mengenai perdagangan barang hasil
pelanggaran (pasal 69 TRIP’s).
3.
Perlindungan
Hak Kekayaan Intelektual yang Telah Ada
Tidak ada satupun kewajiban untuk
memberikan perlindungan terhadap hal-hal yang telah menjadi milik umum pada
tanggal berlakunya persetujuan ini bagi Negara anggota. Sehubungan dengan
tindakan-tidakan mengenai objek tertentu yang mengandung hal-hal yang
dilindungi yang kemudian menjadi tindak pelanggaran berdasrkan ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan.
BAB 7
REVISI DAN PENGEMBANGAN HAK
KEKAYAAN INTELEKTUAL
A.
DASAR HUKUM
Indonesia menandatangani Uruguay Round 1994 terikat dengan
persetujuan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade
Organization) dan persetujuan mengenai Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan
Intelektual (Trade Relared Aspects of Intelletual Property Rights). Kedua
persetujuan multilateral tersebut menjadi dasar dan sekaligus pendorong bagi
Indonesia untuk menyesuaikan Hak Kekayaan Intelektual yang sudah ada dan
mengembangkan bidang Hak Kekayaan Intelektual.
B.
BIDANG HAK
CIPTA
Jika Pencipta itu manusia pribadi perseorangan, ciptaannya itu
menjadi milik sendiri. Akan tetapi, jika Pencipta itu terdiri atas beberapa
orang secara bersama-sama, ciptaan mereka itu menjadi milik bersama. Jika suatu ciptan terdiri atas beberapa bagian
tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai Pencipta
adalah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesauan seluruh ciptaanya itu.
(Pasal 6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002).
C.
BIDANG MEREK
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata huruf-huruf,
angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Fungsi Merek sebagai adalah sebagai tanda Pengenal untuk membedakan produk
perusahaan yang satu dengan produk perusahaan yang lain (product identity),
sarana promosi dagang (means of trade promotion), jaminan atas mutu
barang atau jasa (quality guarantee) dan Penunjukan asal barang atau
jasa yang dihasilkan (source of origin).
D.
Bidang Paten
Menurut
ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 bahwa :
“Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada
Inventor atas hasil Invensi di bidang teknologi, yang untuk selama waktu
tertentu melaksanakan sendiri Invensi tersebut atau memberikan persetujuannya
kepada pihak lain untuk melaksanakan.”
BAB 8
PERLINDUNGAN HUKUM
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
A. DOKTRIN PERLINDUNGAN HUKUM
Perlindungan hukum berlangsung selama jangka waktu yang ditentukan
dalam sertifikat pendaftaran sesuai dengan bidang dan klasifikasi Hak Kekayaan
Intelektual yang bersangkutan. Apabila ingin menikmati manfaat ekonomi dari Hak
Kekayaan orang lain, dia wjib memperoleh izin tertulis dari orang yang berhak.
Penggunaan Hak Kekayaan Intelektual dengan tanpa izin tertilis dari pemiliknya,
atau dengan memalsukan, atau meniru, atau mengambil Hak Kekayaan Intelektual
orang lain, hal itu merupakan perbuatan tercela yang digolongkan sebagai
perbuatan melanggar hukum (illegal action).
B.
SISTEM
PERLINDUNGAN HUKUM
1.
Subjek
Perlindungan
Subjek yang dimaksud adalah pihak pemilik atau pemegang hak, aparat
penegak hokum, pejabat pendaftaran, dan pelanggar hukum.
2.
Objek Hukum
Perlindungan
Objek yang dimaksud adalah semua jenis Hak Kekayaan Intelektual
yang diatur oleh Undang-undang, yaitu hak cipta, merek, paten, Desain Industri,
Rahasia Dagang, Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Perlindungan Varietas Tanaman.
3.
Perbuatan Hukum
Perlindungan
Hak Kekayaan Intelektual yang dilindungi hanyalah yang sudah
dilakukan pendaftaran dan dibuktikan dengan sertifikat pendaftaran, kecuali
apabila Undang-undang mengatur lain, seperti Hak Cipta boleh tidak didaftarkan
menurut Undnag-undang Nomor 19 Tahun 2002.
4.
Jangka Waktu
Perlindungan
Jangka waktu yang dimaksud adalah lamanya Hak Kekayaan Intelektual
itu dilindungi oleh undang-undang; Hak Cipta selama hidup ditambah 50 tahun
sesudah menunggal; Merek 10 tahun; Paten 20 tahun; Desain Industri 10 tahun;
Rahasia Dagang tanpa batas; Sirkuit Terpadu 10 tahun; dan Varietas Tanaman
20-25 tahun.
5.
Tindakan Hukum
Perlindungan
Apabila terbukti telah terjadi pelanggaran Hak Kekayaan
Intelektual, pelanggar harus dihukum, baik secara pidana maupun perdata atau
secara administratif.
C.
UPAYA
PERLINDUNGAN HUKUM
1.
Sistem
Konstitutif
Setiap Hak Kekayaan Intelektual wajib didaftarkan. Pendaftaran yang
memenuhi persyaratan undang-undang merupakan pengakuan dan pembenaran atas Hak
Kekayaan Intelektual seseorang yang dibuktikan dengan Sertifikat Pendaftaran
sehingga memperoleh perlindungan hukum pendaftaran adalah bentuk perlindungan
hukum yang menimbulkan kepastian hukum. Perlindungan hukum atas Hak Kekayaan
Intelektual karea adanya keharusan pendaftaran disebut sistem konstitutif (first
to file system).
2.
Sistem
Deklaratif
Sebagai sistem konstitutif adalah sistem deklaratif (first to
use system), sistem ini tidak mewajibkan pemilik untuk mendaftarakan Hak
Kekayaan Intelektualnya. Sistem deklaratif memberikan perlindungan hukum kepada
pencipta/pemakai pertama Hak Kekayaan Intelektual.
3.
Perubahan
Deklaratif dari Sistem Deklaratif ke Sistem Konstitutif
Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang 15 Tahun 2001 tentang Merek
dinyatakan bahwa perubahan dari sistem deklaratif ke sistem konstitutif lebih menjamin
kepastian hukum daripada sistem deklaratif. Sistem deklaratif yang mendasarkan
pada perindungan hukum bagi mereka yang menggunakan merek terlebih dahulu
selain kurang menjamin kepastian hukum, juga menimbulkan persoalan dan hambatan
dalam dunia usaha.
4.
Penentuan Masa
Perlindungan
Menurut ketentuan Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual, setiap
Hak Kekayaan Intelektual ditentukan masa perlindungannya. Selama masa
erlindungan tersebut, Hak Kekayaan Intelektual yang bersangkutan tidak boleh
digunakan oleh pihak lain tanpa izin pemilik/pemegangnya. Masa perlindungan
setiap bidang Hak Kekayaan Intelektual tidak sama. Undang-Undang No 19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta menentukan masa perlindungna selama hidup pencipta
ditambah lima puluh tahun setelah meninggal dunia.
5.
Penindakan dan
Pemulihan
Setiap pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual akan merugikan
pemilik/pemegangnya dan atau kepentingan umum/Negara. Pelaku pelanggaran
tersebut harus ditindak dan memulihkan kerugian yang diderita oleh
pemilik/pemegang hak atau Negara. Penindakan dan pemulihan terdebut diatur oleh
Undang-Undnag bidang Hak Kekayaan Intelektual.
BAB 9
PENDAFTARAN
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
A.
ARTI
DAN TUJUAN PENDAFTARAN
Pendaftaran adalah perbuatan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Hak
Kekayaan Intelektual suatu negara dan konvensi-konvensi internasional tentang Hak
Kekayaan Intelektual. Dalam sektor intelektual, pendaftaran adalah kegiatan
pemeriksaan dan pencatatan setiap Hak Kekayaan Intelektual seseorang oleh
pejabat pendaftaran, dalam buku daftar yang disediakan untuk itu, berdasarkan
permohonan pemilik/pemegang hak, menurut syarat-syarat dan tata cara yang
diatur undang-undang, dengan tujuan untuk memperoleh kepastian status
kepemilikan dan perlindungan hukum. Sebagai bukti pendaftaran, diterbitkan Sertifikat
Hak Kekayaan Intelektual.
B.
PENDAFTARAN
CIPTAAN
Pendaftaran ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan dilakukan atas
permohonan yang diajukan oleh pencipta atau kuasanya. Permohonan ini diajukan
kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia dengan surat rangkap dua yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan
disertai biaya pendaftaran dan contoh ciptaan atau penggantinya.
Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual menyelenggarakan pendaftaran ciptaan dalam Daftar Umum
Ciptaan dan pengumuman resmi tentang pendaftaran itu. Daftar Umum Ciptaan itu
dapat dilihat oleh semua orang tanpa dipungut biaya di Kantor Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
C.
PENDAFTARAN
MEREK
1.
Permohonan
Pendaftaran Merek
Permohonan pendaftaran merek diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Permohonan
ditandatangani pemohon atau kuasanya yang dilampiri dengan bukti pembayaran
biaya. Jika pemohon lebih dari satu orang, maka dicantumkan alamat dari salah
satu pemohon sebagai alamat mereka dan ditandatangani oleh salah satu pemohon
saja.
Permohonan untuk dua
kelas barang ayau lebih dan/atau jasa dapat diajukan dengan satu permohonan
yang harus menyebutkan jenis barang dan/atau jasa yang termasuk dalam kelas
yang dimohonkan pendaftarannya.
2. Pemeriksaan Kelengkapan Persyaratan
Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan
persyaratan pendaftaran merek. Jika terdapat kekurangan kelengkapan persyaratan,
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual agar kekurangan tersebut dipenuhi
dalam waktu paling lama dua bulan terhitung sejak tanggal pengiriman
berdasarkan stempel pos surat permintaan untuk memenuhi kelengkapan persyaratan
tersebut. Kekurangan tersebut menyangkut persyaratan permohonan pendaftaran
merek dengan menggunakan hak prioritas, jangka waktu pemenuhan tersebut tiga
bulan (Pasal 13).
Jika
kekurangan tersebut tidak dipenuhi dalam jangka waktu masing-masing yang telah ditentukan di atas, Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual memberitahukan secara tertulis kepada pemohon
atau kuasanya bahwa permohonannya dianggap ditarik kembali dan segala biaya
yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual tidak
dapat ditarik kembali (Pasal 14).
3.
Pemeriksaan
Substantif
Dalam
waktu paling lama tiga puluh hari terhitung sejak tanggal penerimaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual melakukan pemeriksaan substansif terhadap permohonan yang dilakukan
berdasarkan Pasal 4 – Pasal 6 dan diselesaikan dalam waktu paling lama sembilan
bulan.
Pemeriksaan
substantif dilaksanakan oleh Pemeriksa pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual. Pemeriksa adalah pejabat yang karena keahliannya diangkat dan
diberhentikan sebagai pejabat fungsional oleh menteri hukum dan HAM berdasarkan syarat dan kualifikasi tertentu.
4.
Pengumuman
Permohonan
Dalam
waktu paling lama sepuluh hari terhitung sejak tanggal disetujui nya permohonan
untuk didaftar, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual mengumumkan
permohonan tersebut dalam bersita resmi merek. pengumuman berlangsung selama
tiga bulan dan dilakukan dengan menempatkan berita resmi merek yang diterbitkan
secara berkala oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, dan/atau
menempatkannya pada sarana khusus, seperti papan pengumuman yang dengan mudah
serta jelas dapat dilihat oleh masyarakat yang disediakan oleh Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
Selama
jangka waktu pengumuman, setiap pihak dapat mengajukan keberatan secara
tertulis kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual atas permohonan
yang bersangkutan. Keberatan tersebut dapat diajukan jika terdapat alasan yang
cukup disertai bukti bahwa merek yang dimohonkan pendaftarannya adalah merek
yang berdasarkan undang-undang ini tidak dapat didaftar atau harus ditolak.
5.
Sertifikat
Merek
Sertifikat
merek memuat:
a. Nama
dan alamat lengkap pemilik merek yang didaftar;
b. Nama
dan alamat lengkap kuasa dalam hal permohonan diajukan melalui kuasa;
c. Tanggal
pengajuan dan penerimaan;
d. Nama
negara dan tanggal permohonan yang pertama kali apabila permohonan tersebut
diajukan dengan menggunakan hak prioritas;
e. Etiket
merek yang didaftarkan;
f. Nomor
dan tanggal pendaftaran;
g. Kelas
dan jenis barang dan/jasa yang mereknya didaftar;
h. Jangka
waktu berlakunya pendaftaran merek.
6.
Komisi
Banding Merek
Permohonan banding dapat diajukan terhadap
penolakan permohonan dengan alasan dan dasar pertimbangan mengenai hal-hal yang
bersifat substantif. Permohonan banding diajukan secara tertulis oleh pemohon
atau kuasanya kepada komisi banding merek dengan tembusan yang disampaikan pada
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan dikenai biaya. Permohonan
banding diajukan dengan menguraikan secara lengkap keberatan serta alasan
terhadap penolakan permohonan sebagai hasil pemeriksaan sibstantif.
Keputusan komisi banding merek diberikan
dalam waktu paling lama tiga bulan terhitung sejak tanggal penerimaan keputusan
penolakan tersebut.
D.
PENDAFTARAN
PATEN
1.
Permohonan
Paten
Paten diberikan aas dasar permohonan.
Setiap permohonan hanya dapat diajukan untuk satu invensi atau beberapa invensi
yang merupakan satu kesatuan invensi. Satu kesatuan invensi adalah beberapa
invensi yang baru dan masih memiliki keterkaitan langkah inventif yang erat.
Apabila permohonan paten diajukan oleh
oang yang bukan inventor, permohonan tersebut harus disertai pernyataan yang
dilengkapi bukti yang cukup bahwa dia berhak atas invesi yang bersangkutan
(Pasal 23 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001).
Menurut ketentuan Pasal 24 Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2001, permohonan diajukan secara terulis dalam bahasa Indonesia
kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Permohonan tersebut harus
memuat:
a. Bulan
dan tahun permohonan;
b. Alamat
lengkap dan jelas pemohon;
c. Nama
lengkap dan kewarganegaraan inventor;
d. Nama
dan alamat lengkap kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa;
e. Surat
kuasa khusus, dalam hal permohonan diajuka oleh kuasa;
f. Pernyataan
permohonan utnuk diberi paten;
g. Judul
invensi;
h. Klaim
yang terkandung dalam invensi;
i.
Deskripsi tentang invensi, yang secara
lengkap memuat keterangan tentang tatacara
melaksanakan invensi;
j.
Gambar yang disebutkan dalam deskripsi
yang diperlukan untuk memperjelas invensi; dan
k. Abstrak
invensi
2.
Permohonan
dengan Hak Prioritas
Diatur dalam Paris Conventionfor the Protection of Industrial Proverty harus
diajukan dalam waktu paling lama 12 bulan terhitung sejak tanggal penerimaan
permohonan paten yang pertama kali diterima di negara manapun yang juga ikut
serta dalam konvensi tersebut atau yang menjadi anggota Agreement Establishing the World Trade Organization (Pasal 27 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001) .
3.
Tanggal
Penerimaan Permohonan
Tanggal penerimaan adalah tanggal
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual menerima surat permohonan yang
telah memenuhi ketentuan. Jika permohonan tersebut dilampiri gambar, dan juga
setelah dibayar biaya (Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 2001).
Ketentuan ini merupakan syarat-syarat yang disebut sebagai persyaratan minimum
untuk memudahkan pemohon dalam memperoleh tanggal penerimaan yang sangat penting
bagi status permohonan karena sistem yang digunakan adalah first to file, selain itu juga untuk memberikan kepastian mengenai
tanggal penerimaan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual serta
meningkatkan pelayanan dan kemudahan bagi masyarakat dengan memperhatikan
syarat minimum tanggal penerimaan bagi permohonan yang diajukan melalui Patent Cooperation Treaty.
4.
Pengumuman
Permohonan
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual mengumumkan permohonan yang telah memenuhi ketentuan Pasal 24. Ketentuan
ini memuat persyaratan yang ditentukan dan wajib dipenuhi oleh pemohon.
Pengumuman dilakukan:
a. Dalam
hal paten, 18 bulan sejak Tanggal Penerimaan atau segera setelah 18 bulan sejak
tanggal prioritas apabila permohonan itu diajukan dengan hak prioritas; atau
b. Dalam
hal paten sederhana, segera setelah 3 bulan sejak tanggal penerimaan.
Pengumuman
dilaksanakan selama:
a. 6
bulan terhitung sejak tanggal diumumkannya permohonan paten.
b. 3
bulan terhitung sejak diumumkannya permohonan paten sederhana.
5.
Pemeriksaan
Substantif
Permohonan pemeriksaan substantif diajukan
secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan
dikenai biaya. Permohonan ini diajukan dalam waktu paling lama 36 bulan
terhitung sejak tanggal penerimaan. Apabila permohonan substantif tidak
diajukan dalam batas waktu tersebut atau biaya untuk itu tidak dibayar,
permohonan dianggap ditarik kembali. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual memberitahukan secara tertulis permohonan yang dianggap ditarik
kembali itu kepada pemohon atau kuasanya.
6.
Persetujuan
atau Penolakan Permohonan
Apabila pemeriksaan substantif telah
dilakukan, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual berkewajiban memberikan keputusan untuk menyetujui atau menolak
permohonan:
a. Paten
Paling lama 36 bulan terhitung sejak
tanggal diterimanya surat permohonan pemeriksaan substantif atau terhitung
sejak berakhirnya jangka waktu pengumuman.
b. Paten
sederhana
Paling lama 24 bulan
sejak tanggal penerimaan. (Pasal 54
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001).
7.
Permohonan
Banding Paten
Permohonan
banding dapat diajukan terhadap penolakan permohonan yang berkaitan dengan
alasan dan dasar pertimbangan mengenai hal-hal yang bersifat substantif.
Permohonan diajukan secara tertulis oleh pemohon atau kuasanya kepada
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan menguraikan secara lengkap
keberatan serta alasannya terhadap penolakan
permohonan sebagai hasil pemeriksaan substantif.
BAB 10
PENGALIHAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
A.
SIFAT HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
1.
Benda Bergerak Tidak Berwujud
Undang-undang menganggap Hak Kekayaan Intelektual adalah benda
bergerak tidak berwujud (intangible movable goods). Sebagai benda bergerak, Hak
Kekayaan Intelektual dapat beralih atau dialihkan seluruh atau sebagian karena
pewarisan. Hak Kekayaan Intelektual tidak dapat dialihkan secara lisan.
2.
Dapat Dibagi
Hak Kekayaan Intelektual bersifat dapat terbagi (divisible)
artinya dapat dialihkan seluruhnya atau sebagian kepada pihak lain. Pengalihan
seluruhnya atau sebagian itu ditunjukkan oleh perbuatan yang dilakukan
berkenaan dengan penggunaan hak. Pada Hak Cipta, pengalihan seluruhnya meliputi
hak mengumumkan, memperbanyak, dan memberi izin untuk mengumumkan dan/atau
memperbanyak Ciptaan.
3.
Tidak Dapat Disita
Meskipun Hak Kekayaan Intelektual itu benda bergerak, hak
tersebut tidak dapat disita (unconfiscable). Alasannya adalah Hak Kekayaan
Intelektual itu bersifat pribadi dan menunggal dengan diri Pencipta atau
Inventor. Apabila Pencipta atau Inventor yang berwenang menguasai Hak Kekayaan
Intelektual dengan haknya itu melakukan pelanggaran hukum atau mengganggu
ketertiban umum, atau
bertentangan dengan kesusilaan yang dapat dilarang oleh hukum.
B.
PENGALIHAN HAK CIPTA
1.
Cara Pengalihan/Pengalihan Hak Cipta
Cara beralih atau mengalihkan Hak Cipta diatur dalam Pasal 3
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Hak Cipta adalah kekayaan intelektual yang
dianggap sebagai benda bergerak tidak berwujud. Sebagai benda kekayaan, secara
hukum Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan.
2.
Perjanjian Lisensi
Pemegang Hak Cipta berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain
berdasarkan Perjanjian Lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 (mengumumkan, memperbanyak, atau memberi izin untuk
mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaan).
C.
PENGALIHAN HAK ATAS MEREK TERDAFTAR
1.
Cara Pengalihan Hak atas Merek
Pengalihan hak atas Merek Terdaftar didasari oleh motif
ekonomi, yaitu keinginan untuk memperoleh manfaat ekonomi atau keuntungan
secara komersial. Pemilik Merek Terdaftar mengalihkan hak atas Mereknya dengan
tujuan memperoleh royalti, sedangkan penerima selaku pemegang hak atas Merek
Terdaftar bertujuan memperoleh keuntungan ekonomi dari produksi dan/atau
penjualan barang atau jasa yang menggunakan Merek Terdaftar yang bersangkutan.
2.
Perjanjian Lisensi
Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan baik yang langsung
maupun tidak langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian
Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia
dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya.
D.
PENGALIHAN PATEN
1.
Cara Pengalihan Paten
Pengalihan Paten harus disertai dokumen asli Paten berikut hal
lain yang berkaitan dengan Paten itu. segala bentuk pengalihan Paten wajib
dicatat dan diumumkan dengan dikenai biaya. Pengalihan Paten yang tidak sesuai
dengan Pasal ini tidak sah dan batal demi hukum. Syarat dan tata cara
pencatatan pengalihan Paten diatur dengan keputusan Presiden (Pasal 66 Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2001).
2.
Perjanjian Lisensi
Perjanjian Lisensi Paten tidak boleh memuat ketentuan, baik
yang langsung maupun tidak langsung yang dapat merugikan perekonomian Indonesia
atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam
menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya dan yang berkaitan dengan
Invensi yang diberi Paten tersebut pada khususnya.
3.
Lisensi Wajib
Lisensi Wajib adalah lisensi untuk melaksanakan suatu Paten
yang diberikan berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal atas dasar Permohonan
(Pasal 74 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001. Jadi permintaan dan pemberian
Lisensi Wajib pada dasarnya dengan sepengetahuan Pemegang Paten. Lisensi Wajib
berakhir dengan selesainya jangka waktu yang ditetapkan dalam pemberiannya.
BAB 11
PEMBATALAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
A.
PEMBATALAN
DAN BATAL
1.
Pembatalan
perjanjian
Istilah
“pembatalan” (cancellation, revocation)
dan “batal” (void) adalah dua istilah
hukum yang berbeda sebagai akibat dari tidak dipenuhinya unsur perjanjian dan/
atau syarat perjanjian. Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPdt.
Pembatalan
adalah akibat dari tidak dipenuhinya salah satu syarat unsure subjektif yang
melekat pada salah satu pihak dalam suatu perjanjian. Unsure suubjektif dalam
suatu perjanjian meliputi unsur “persetujuan” dan unsur “wenang melakukan
perbuatan hukum”.
Jika
pada unsure subjektif tidak dipenuhi salah satu syarat, maka akibat hukumnya
perjanjian yang dibuat itu sah, tapi tidak mengikat. Artinya, tidak ada
kewajiban pihak-pihak memenuhi perjanjian antara satu sam lain. Perjanjian yang
dibuat walaupun sah, diancam pembatalan oleh salah satu pihak karena cacat hukum.
2.
Batal
dan Batal Demi Hukum
Istilah
batal (void) dan batal demi hukum (null and void) digunakan dalam hubungan
hukum yang timbul karena perjanjian dan karena undang-undang. Antara pernyataan
batal dan batal demi hukum ada perbedaan, ayitu pada pernyataan “batal” salah
satu unsure objektif dalam perjanjian tidak dipenuhi oleh pihak-pihak.
Sedangkan pada pernyataan “batal demi hukum” salah satu syarat yang ditetapkan
undang-undang tidak dipenuhi.
B.
PEMBATALAN
HAK CIPTA
UU
Nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta menganut system deklaratif. Artinya
pendaftaran itu tidak menerbitkan hak, tetapi hanya memberikan anggapan bahwa
pihak yang ciptaannya adalah pihak yang berhak atas ciptaan tersebut dan
sebagai pemilik asli dari ciptaan terdaftar. Fungsi pendaftaran hanya untuk
memudahkan pembuktian bahwa pihak yang mendaftarkan ciptaan dianggap sebagai
pencipta sampai dapat dibuktikan bahwa yang mendaftarkan ciptaan itu bukan
pencipta yang sebenarnya.
C.
PEMBATALAN
MEREK
Berbeda
dengan hak cipta yang menganut system deklaratif, maka pendaftaran merek
menganut system konstitutif. Menurut system ini, pendaftaran menciptakan hak
atas merek. Orang yang berhak atas merek adalah orang yang telah mendaftarkan
mereknya. Pendaftaran merek merupakan suatu kewajiban agar mndapat kepastian
hukum mengenai status kepemilikan hak atas merek dan dengan demikian memperoleh
perlindungan hukum.
1.
Alasan
pembatalan merek
Pembatalan
merek dalam Pasal 68-72 UU Nomor 15 tahun 2001. Ada dua kemungkinan pembatalan
yang terjadi, yaitu pembatalan pendaftaran merek dan pembatalan merek
terdaftar. Menurut ketentuan Pasal 68 ayat (1) UU Nomor 15 thaun 2001, gugatan
pembatalan pendaftaran merek dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan
berdasarkan alas an sebagaimana diatur dalam Pasal 4, 5, dan 6.
2.
Prosedur
pembatalan merek
Gugatan
pembatalan pendaftaran merek diajukan dalam jangka waktu lima tahun sejak
tanggal pendaftaran merek. Akantetapi, gugatan pembatalan pendaftaran merek
dapat diajukan tanpa batas waktu jika merek yang bersangkutan bertentangan
dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum (Pasal 69 UU Nomor 15
tahun 2001).
Pembatalan
pendaftaran merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan
mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan member catatan
tentang alasan dan tanggal pembatalan tersebut. Pembatalan pendaftaran
diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya dengan
mencantumkan alasan pembatalan dan penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan
dari Daftar Umum Merek, sertifkat merek yang bersangkutan dinyatakan tidak
berlaku lagi. Pencoretan pendaftaran suatu merek dari Daftar Umum Merek
diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
D.
PEMBATALAN
PATEN
Pendafatran
paten juga menganut system konstitutif. Menurut system konstitutif, pendaftaran
invensi menciptakan paten. Orang yang mempunyai paten adalah orang yang telah
mendaftarkan invensinya. Agar pendaftaran invensi dapat diterima maka harus
memenuhi persyaratan dan tata cara yang telah ditetapkan undang-undang. Apabila
paten tidak memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan undang-undang, paten
tersebut batal atau dapat dibatalkan.
BAB 12
PELANGGARAN
DAN PENEGAKAN
HUKUM
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
A.
HUKUM
DAN PELANGGARAN
1.
Undang-Undang
dan Konvensi Internasional
Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual tersebut adalah:
a.
Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta;
b.
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten;
c.
Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 tentag Merek;
d.
Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman;
e.
Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
f.
Undnag-Undang
Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri; dan
g.
Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Adapun
konvensi-konvensi internasional yang disetujui Indinesia yang sudah disahkan
melalui undang-undang dan Keputusan Presiden tanggal 7 Mei 1997 adalah:
a.
Agreement
Etablishing the World Trade Organization ang Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights;
b.
Paris
Convention for the Protection of Industrial Property Organization Establishing
the WorldIntellectual Property Organization,
c.
Patent
Cooperation Treaty and Regulation Under the PCT,
d.
Trademark
Law Treaty,
e.
Berne
Convention for the Protection of Literary and Artistic Works,;
f.
World
Intellectual Property Organization (WIPO) Copyrights Treaty.
2.
Bentuk
dan Motivasi Pelanggaran
Bentuk-bentuk
pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual antara lain:
a.
Pengambilan,
pengutipan, perekaman, perbanyakan, dan pengumuman sebagian atau seluruh Hak
Kekayaan Intelaktual milik orang lain dengan cara apapun tanpa izin Pemilik
atau pemegang Hak Kekayaan Intelektual, atau yang bertentangan dengan atau melanggar
ketentuan undang-undang atau perjanjian;
b.
Penggunaan
Hak Kekayaan Intelaktual yang sama pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Hak
Kekayaan Intelektual Terdaftar milik orang lain atau badan hukum lain tanpa
hak, atau peniruan, atau pemalsuan Hak Kekayaan Intelektual orang lain dan
dipakai pada barang atau jasa yang diperdagangkan untuk memperoleh keuntungan
ekonomi;
c.
Penggunaan
Hak Kekayaan Intelaktual milik orang asing atau badan hukum asing di Indonesia
tanpa izin Pemilik atau Pemegang hak, atau badan hukum asing di Indonesia.
B.
PELANGGARAN
HAK CIPTA
1.
Perbuatan
Pelanggaran
a.
Merugikan
Pencipta atau pemegang Hak Cipta, misalnya mempotokopi sebgaian Ciptaan orang
lain kemudian dijual belikan kepada masyarakat;
b.
Merugikan
kepentingan Negara, misalya, mengumumkan ciptaan yang bertentangan dengan
kebijaksanaan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan;
c.
Bertentangan
dengan ketertiban umum dan kesusilaan, misalnya, memperbanyak dan menjual Video
Compact Disc (VCD) porno.
Menurut
siaran Ikatan Penerbit Indonesia (ikapi) 15 Februari 1984, kejahatan pelanggran
Hak Cipta dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a.
Mengutip
sebagian Ciptaan orang lain dan dimasukan ke dalam Ciptaan sendiri seolah-oleah
itu ciptaan sendiri atau mengakui Ciptaan orang lain seolah-olah itu Ciptaan
sendiri tanpa menyebutkan ciptaanya. Perbuatan ini disebut sebagai plagiat atau
penjiplakan (plagiarsm). Perbuatan ini bisa dterjadi,antara lain, pada
buku, lagu dan notasi lagu.
b.
Mengambil
Ciptaan orang lain untuk diperbanyak dan dimumkan sebagaimana aslinya tanpa
mengubah bentuk, isi, Pencipta atau pun penerbit/perekam. Perbuatan ini disebut
dengan pembajakan (piracy). Perbuatan ini bnayak dilakukan pada Ciptaan
berupa buku ataupun rekaman audio/video,seperti kaset lagu dan gambar (Video
Compact Disc).
2.
Perbuatan
Bukan Pelanggaran
Walaupun
Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang, Pasal 15 Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2002 menentukan dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau
dicantumkan, maka tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a.
Penggunaan
Ciptaan pihak lain untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik dan tinjauan suatu masalah, dengan
ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi Pencipta;
b.
Pengambilan
Ciptaan pihak lain, baik seluruh maupun sebagian guna keperluan pembelaan di
dalam atau luar pengadilan;
c.
Pengembalian
Ciptaan pihak lain, baik seluruh maupun sebagian guna keperluan ceramah yang
semata-mata unuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan, pertunjukan tau
pementasan yang tidak dipungut bayaran, dengan ketentuan tidak merugikan
kepentingan yang wajar bagi Pencipta;
3.
Penegakan
Hukum Hak Cipta
a.
Tahap
Penyidikan
Pasal
71 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 mengatur tentang penyidikan. Menurut
ketentuan Pasal tersebut, selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu Departemen Hukum dan
Ham di lingkungan Direktorat Jenderal
Hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai Penyidik sebagaimana
dimaksud dalam undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
untuk melakukan penyidikan tindnak pidana di bidang Hak.
b.
Tahap
Pemulihan
Jika
terbukti telah terjadi kejahatan pelanggaran Hak Cipta, hak pihak yang
dilanggar wajib dipulihkan, baik secara pidana, maupun perdata. Untuk
memulihkannya itu, ketentuan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2002mengancam pelanggar Hak Cipta dengan pidana penjara dan/atau pidana denda.
Apabila
kejahatan Hak Cipta dilakukan oleh badan hukum yang bertanggung jawab atas
tindak pidana yang dilakukan oleh badan hukum adalah pengurus badan hukum yang
bersangkutan. Pengurus terebut adaah direksi atau salah seorang direksi.
C. PELANGGARAN
MEREK
1.
Perbuatan
Pelanggaran
Pelanggaran merek diatur dalam Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2001 Setiap Merek Terdaftar dilindungi undang-undang. Perlindungan tersebut
berlangsung selama sepuluh tahun sejak tanggal penerimaan permintaan
pendaftaran Merek. Pada setiap merek melekat nilai (keuntungan) ekonomi yang
selalu dimanfaatkan tidak hanya oleh pemilik Merek, tetapi juga oelh pihak yang
ingin menarik keuntunan dari pemakain Merek terutama Merek terkenal, bak secara
halal ataupun secara melanggar hak atas Merek orang lain.
2.
Alasan
Pelanggaran Merek
Pelanggaran
merek terutama didorong oleh keinginan untuk memperoleh keuntungan dalam perdagangan
barang yang biasanya menggunakan Merek terkenal. Perdagangan barang Merek
terkenal cepat laku dipasaran sehingga sudah tentu akan mendatangkan keuntungan
relatif besar dalam jangka waktu relatif singkat.
3.
Penegakan
Hukum Hak atas Merek
a.
Tahap Penyidikan
Untuk
menyelidiki apakah sudah terjadi kejahatan pelanggaran merek, Pasal 89 UU No.
15 thn. 2001 mengatur tentang Penyidikan. Menurut ketantuan pasal tersebut,
selain penyidik Pejabat Polisi negara Republik Indonesia, pejabat Pegawai
Negeri Sipil di lingkunga Direktorat Jendral hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang
khusus sebagai Penyidik, untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang Merek.
b.
Tahap
Pemulihan
Jika
telah terjadi kejahatan pelanggaran Merek, hak pihak yang dilanggar wajib dipulihkan,
baik secara pidana maupun ecara perdata. Untuk memulihkan haknya itu, menurut
ketentuan UU No. 15 Tahun 2001 pelaku kejahatan dan pelanggaran Merek dituntut
dan diancam dengan pidana.
D. PELANGGARAN
PATEN
1.
Perbuatan
Pelanggaran
Setiap
Paten yang terdaftar dilindungi oleh
Undang-undang. Perlindungan tersebut berlansung selama dua puluh tahun. Selama
masa tersebut, orang lain dilarang mengunaka Pten tanpa izin dari Pemeang
Paten. Setiap orang yang melakukan pelanggaran paten hak Pemegang Paten diancam
dengan sanksi hukum.
2.
Penegakan Hukum Paten
a.
Tahap Penyidikan
Menurut
ketantuan pasal Pasal 129 UU No. 14 thn. 2001, selain penyidik Pejabat Polisi
negara Republik Indonesia, pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkunga Direktorat
Jendral hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai Penyidik
sebagaiman dimaksud dalam UU No.8 Thn.1981 tentang Hukum acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di
bidang Merek (Pasal 129 ayat (1) UU No.14 Thn. 2001).
b.
Tahap Pemulihan
Jika telah terjadi kejahatan pelanggaran Paten, hak
pihak yang dilanggar wajib dipulihkan, baik secara pribadi ataupun perdata.
Menurut ketentuan UU No.14 Thn.2001 pelaku kejahan pelanggaran Paten ditnut dan
diancam denan pidana pada Pasal 130, 131, dan Pasal 132.
BAB 13
INFORMASI RAHASIA DAN RAHASIA DAGANG
A. KLASIFIKASI INFORMASI
1.
Informasi
terbuka
Informasi adalah keterangan atau
berita mengenai gagasan, peristiwa, keadaan, kegiatan, atau proses tertentu
dalam bentuk tertentu dalam umumnya, informasi dapat digolongkan menjadi dua
jenis. Yaitu:
a. Informasi
terbuka (disclosed information)
b. Informasi
rahasia (secret information)
Informasi
terbuka adalah informasi yang boleh dan patut diketahui oleh sapa saja sebgai
anggota tau masyarakat karenabermanfaat. Informasi terbuka biasanya
dipublikasikan secara luas agar diketahui oleh setiap orang. Informasi terbuka
dikatakan bermanfaat karena mengandung pesan yang menguntungkan apabila
diamalkan atau tidak menimbulkan kesulitan atau bahaya yang dapat dihindari.
B.
Informasi
Rahasia
Informasi
rahasia adalah informasi yang tidak boleh diketahui oleh siapa saja, kecuali
petugas atau pejabat yang diberiwewenang untuk melaksanakan dan menyimpan
informasi rahasia tersebut.
Informasi
rahasia dalam diklasifikasikan sebagai berikut:
I.
Rahasia Pribadi (Private Secret)
II.
Rahasia politik (Political Secret)
III.
Rahasia Pertahanan dan Keamanan (Defence and
sevuruty Secret)
IV.
Rahasia Dagang
(Trade Secret)
C.
RAHASIA
DAGANG
1.
Perkembangan
Rahasia Dagang
Dalam rahasia dagang ada beberapa aspek, aiyu aspek teknoloi dan aspek tata niaga. Yang
termasuk dalam aspek teknologi adalah produk model, perangkat lunak komputer,
formula produk berkualitas, dan proses produksi. Termasuk asper tata niaga
diantaranya, kiat memanjukan perusahaan/perdagangan, menejemen perusahaan,
prospek produksi, produksi dan pemasaran, serta komputerisasi data proepek
perusahaan.
2.
Kriteria
Rahasia Dagang
Kriteria
untuk mengetahui apakah informasi yang dimiliki perisahaan tersebit termasuk
kepada Rahasia Dagang:
a.
Informasi
itu memiliki nilai ekonomi, artinya menghasilkan keuntungan ekonomi lai bagi
perusahaan yang menggunakan;
b.
Informasi
itu memiliki nilai rahasia< artinya ide baru yang belum diketahui oleh pihak
lain, bernilai strategis dalam menghadapi pesaing, dan prospek usaha cerah
melalui pengembangan proses peroduksi dan pemasaran;
c.
Informasi
iti termasuk lingkup perindustrian dan perdaanan;
d.
Terbukanya
kerahasiaan, informasi mengakibatkan kerigian bagi pemiliknya karena informasi
berpindah dan ikut dimanfaatkan oleh pihak pesaing.
3.
Tanggung
Jawab Kerahasian
Tanggung
jawab untuk menjaga< mamalihara, dan menyimpan rahasia dagang tidak dipikul
oleh semua karyawan karena pada dasarnya mereka tidak mengtahui kerahasiaan
itu. Tangugn jawabitu hanya dibenankan kepada pihak atau karyawan yang
mengetahui rahasia dagang dari perusahan itu sendiri.
D.
PENGATURAN
RAHASIA DAGANG
1.
Persetuan
TRIPs
Persetujuan
Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) telah
ditetapkan bahwa informasi yang dirahasiakan merupakan salah satu bidang Hak
Kekayaan intelektual yang wajib dilindungi oleh negra anggota. Hai ini telah
dicantumkan dalam pasal 39 TRIPs yang pada pokoknya menyatakan bahwa dalam
rangka menjamin perlindungan yang efektif untuk melawan persaingan yang curang,
negara anggota wajib membarikan perlindungan terjadap informasi rahsia. Negara
angota wabib menyediakan sarana yang memungkinkan perseorngan atau badan hukum
kebocoran Rahasia Dagang.
2.
Undang-undang
Rahasia Dagang
Informasi
Rahasia Dagang yang oleh pemiliknya dipertahankan dan dijaga kerahasiaanya
dengan upaya-upaya sebaaimana mestinya. Rahasia Dagang diatur dengan
Undang-undang nomor 30 Tahun 2002 (Lembarnegara Tahun 2000 Nomor 242) yang
mulai duberlakukan sejak tanggal 20 Desember 2000.
3.
Perlindungan
Rahasa Dagang
Bagi
Indonesia , upaya untuk memberikan perlindungan terhadap Rahasia Dagang makin
mendesak untuk diatur dengan undang-undang terutama untuk menjamin perlindungan
bagi pemilik dan Rahasia Dagang. Pada dasrnya perlindungan Rahasia Dagang
adalah unutk mewujudkan dan mengembangkan etika bisnis dengan cara mencegah
praktik dagang yang tidak wajar atau curang yang dapat merugikan kepentungan
orang lain. Praktek serupa ini dapat berlangsung dalam bentuk pencurian atau
penyadapan informasi, spionase indudtri, ataupun bentuk-bentuk pelanggaran lain
yang berupa pengingkaran terhadap kesepakatan untuk menjaga kerahasiaan suatu
Rahasia Dagang.
E.
KONSEP
DAN LINGKUP RAHASIA DAGANG
1.
Konsep
Rahasia Dagang
Atas
dasar persetujuan TRIPs, setiap negara angota wajib memberikan perlindungan
hukum terhadap Rahasia Dagangdalam bentuk undang-undang nasional masing-masing
negara. Indonesia memiliki Hak Kekayaan Inteletual di bidang Rahasia Dagang
yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002.
2.
Lingkup
Perlindungan Rahasia Dagang
Menurut
ketentuan Pasal 2 Undang-Undang nomor 30 Tahun 2000, lingkungkup perlindungan
Rahasia Dagang, meliputi metode produksi, metode pengolahan , metode penjualan,
atau informasi lainnya di bidang teknologi
dan memiliki nilai ekonomi dan dan tidak diketahui oleh masyarakat secara umum.
F.
PEMILIK
RAHASIA DAGANG SEBAGAI
PEMAGANG HAK
1.
Penggunaan
Sendiri Rahasia Dagang
Pemilik rahasia
dagang memiliki hak untuk menggunakan
sendiri Rahasia Dagangnya, artinya melaksanakan sendiri dalam perusahaan yang
dijalankannya. Disamping melaksanakan sendiri, Pemilik Rahsia Dagang
diperbolehkan memberikan lisensi kepada pihal lain untuk menggunakan Rahasia
Dagngnyadan melarang pihak lain untuk mengungkapkan Rahasia Dagangnya untuk
kepentingan yang bersifat komersil.
2.
Pemberian Lisensi Kepada Pihak Lain
Pemilik
Rahasia Danag mamiliki hak untuk memberikan Lisensi kepada pihak lain uantuk
menggunakan Rahasia Dagangnyauntuk kepentingan yang bersifat komersial.
Perjanjian lisensi tersebut wajib dicatatkan kepada Direktorat Jendral Hak
Kekayaan Intelektual dengan dikanai biaya. Jika tidak dicatatkan, perjanjian
lisensi tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.
3.
Pelanggaran
Pihak Lain Menggunakan Rahasia Dagang
Pemegang
Hak Rahasia dagang ata penerima Lisensi berhak melarang pihak lain menggunkan
rahasia dagangnya untuk kepentingan yang bersifat komersil. Pemegang hak dapat
menggugat siapa saja yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Rahasia
dagang untuk kepentingan yang bersifat komersil. Gugatan ganti keruian dan
mengghentikan perbuatan yang dilarang tersebut diajukan dan didaftarkan pada
Pengadilan Niaga (Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2000).
4.
Penggunaan
Rahasia Dagang kepada Pihak Ketiga
Pemegang
Hak Rahasia dagang berhak melarang pihak lain yang dengan sengaja mengungkapkan
rahasia Dagang kepada pihak ketiga untuk tujuan komersil atau menggunakan pihak
yang menggunakan kewajibantertulis atau tidak tertulis untuk menjaga Rahasia
Dagang yang bersangkutan.
G.
PENGALIHAN
HAK RAHASIA DAGANG
1.
Pengalihan
Hak Nonlisensi
Hak Rahasia
Dagang dapat pula beralih/dialihkan melalui
pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang
dibenarkan oleh undang-undang (Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2000). Khusus untuk penalihan hak atas dasar perjanjian, ketentuan ini
menetapkan perlunya pengalihan hak tersebut dilakukan dengan akta. Yang
dimaksud dengan “sebab-sebab lain yangdibenarkan oleh peraturan
perundang-undangan”’ misalnya, putusan pengadilan yang menyangkut pailit.
2.
Pengalihan
Hak Dengan Lisensi
Pemegang Hak
rahasia Daang berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan
Perjanjian Lisensi untuk meleksanakan perbuatan menggunakan rahasia Dagang
untuk kepentingan yang bersifayt komersil, kecuali jika diperjanjikan lain
(Pasal 6 UU Nomor 30 Tahun 2000). Berbeda dengan perjanjian yang menjadi dasar
pengalihan Rahasia Dagang, Lisensi memberikan hahak secara eytrbatas dan dengan
waktu yang terbatas pula. Dengan Lisensi hanya diberikan untuk pemakian atau
penggunaan Rahasia dagang dalam waktu tertentu.
H.
PELANGGARAN
DAN HUKUMAN
1.
Pelanggaran
Rahasia Dagang
Pelanggaran
Rahasia Daang terjadi apabila seseorang dengan sengaja ,engungkapkan rahasai
Dagang, mingngkari kesepakatan, atau mengingkari kewajiban tertulis atau tidak
tertulis untuk menjaga Rahasia Dagang yang
bersangkutan. seseorang dianggap melanggar Rahasia Dagang pihak lain apabila
dia memperoleh atau menguasai Rahasia Dagan dengan cra yang bertentangan denan
peraturan perundang-undangan yangberlaku (Pasal 14 UU nomoer 30 tahun 2000).
2.
Gugatan
Perdata
Menurut ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000, pemeang hak
Rahasia Dagang atau Penerima Lisensi dapat menggugat siapapun yang dengan
sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 4
(yaitu menggunakan Rahasia Dagang untuk kepentingan yang bersifat komersil atau
mengungkapkan Rahasia Dagang kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang
bersifat komersial)
3.
Tuntutan
Pidana
Apabila
terdapat dugaan telah terjadi pelanggaran terhadap Hak Rahasia Dagang, menurut
ketentuan pPasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2000, akan dilakukan
penyidikan oleh Penyidik Pejabat Pegawai negeri sipil (Penyidik PPNS) yang
diberi wewenang khusus sebagao penyidik untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang Raasia Dagang. Ketentuan Penyidik PPNS dalam melakukan
penyidikan diatur dalam Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000.
Sedangkan terhadap mereka yang ternyata telah melakukan tindak pidana
pelanggaran Hak Rahasia Dagang di tuntut dan diancam dengan hukum pidana
sebagaimana diatur dalm dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000.
4.
Langkah
Mundur dalam Penegakan Hukum
Ancaman pidana yang
ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 20000 tetang Rahasia Dagang
merupakan langkah mudur dalam penegakan Hukum Hak Kekayaan intelektual. Dalam
rancangan undang-undang ancaman pidana di tetapkan maksimum tujuh tahun penjara
dan denda maksumum Rp300.000.000,00. Namun, dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2000 ancaman pidana justru diturunkan hanya di tetapkan maksimum dua tahun
penjara dan/atau denda Rp300.000.000,00. Sifat pidana adalah alternatif,
sedangkan deliknya merupakan delik aduan.
BAB
14
DESAIN INDUSTRI
A.
ARTI
PENTING DESAIN INDUSTRI
1.
Industri
dan Perdagangan Global
Indonesia
sebagai Negara berkembang perlu memajukan sector industry dengan meningkatkan
kemampuan daya saing. Salah satu daya saing tersebut adalah dengan memanfaatkan
peran Desain Industri yang merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual.
Keanekaragama budaya yang dipadukan dengan upaya untuk ikut serta dalam
globalisasi perdagangan, dengan memberikan pula perlindungan hukum terhadap
Desain Industri akan mempercepat pembangunan industry nasional.
2. Undang-Undang Desain
Industri
Desain Industri
adalah karya intelektual seorang Pendesain, maka perlu mendapat perlindungan
hukum. Perlindungan hukum tersebut telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2000 tentang Desain Industri, yang mulai berlaku pada tanggal 20 Desember
2000.
B.
BEBERAPA
KONSEP DALAM DESAIN INDUSTRI
1.
Pendesain
(Designer)
Pendesain adalah
seorang atau beberapa orang yang menghasilkan desain industry (Pasal 1 angka
(2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000). Dalam pengertian “orang” termasuk juga
badan hukum. Kecuali jika terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai Pendesain
adalah orang yang untuk pertama kali mengajukan permohonan Hak Desain Industri.
Kepada pemohon tidak diberikan Hak Desain Industri apabila Desain Industri
tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
ketertiban umum, atau kesusilaan.
2.
Desain
Industri (Industri Design)
Desain Industri
adalah kreasi tentang bentuk konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau
garis atau warna, atau gabungan dari padanya yang berbentuk tiga dimensi atau
dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang
komoditi industri dan kerajinan tangan (Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor
31 Tahun 2000).
Hak desain industri
diberikan untuk desain industri yang baru, desain industri dianggap baru
apabila tanggal penerima desain industri tersebut tidak sama dengan
pengungkapan yang telah ada sebelumnya.
3.
Hak
Desain Industri (Right to Industri Design)
Hak desain industri
adalah hak ekslusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada
pendesain atas hasil kreasinya, untuk selama watku tertentu melaksanakan
sendiri kreasi tersebut (Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000).
Pemegang hak desain industri memiliki hak ekslusif untuk melaksanakan hak
desain industri yang dimilikinya dan melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya membuat, memakai, menjual, atau mengimpor, mengespor dan/ atau
mengedarkan barang yang diberi hak desain industri (Pasal 9 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000).
4.
Pemegang
Hak Desain Industri (Holder)
Orang yang
berhak memperoleh hak desain industri adalah pendesain atau orang yang menerima
hak tersebut dari pendesain. Jika desain industri dibuat dalam hubngan dinas
dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, maka pemegang hak desain industri
adalah pihak pemberi kerja. Jika desain industri dibuat dalam hubungan kerja
atau berdasarkan pesanan, maka pembuat
desain industri dianggap sebagai pendesain dan pemegang hak desain industri.
C.
PENDAFTARAN
DAN PEMERIKSAAN
1.
Permohonan
Pendaftaran
Pendaftaran
secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual dengan membayar biaya.
2.
Permohonan
Hak Prioritas
Permohonan
dengan hak prioritas wajib dilengkapi dengan dokumen prioritas, yang disahkan
oleh kantor yang menyelenggarakan pendaftaran Desain Industri, disertai
terjemahannya dalam bahasa Indonesia, dalam waktu paling lama tiga bulan
terhitung setelah berakhirnya jangka waktu pengajuan permohonan dengan hak
prioritas (Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000). Hak prioritas
adalah hak pemohon untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan
permohonan yang diajukan di Indonesia sama dengan tanggal penerimaan permohonan
yang diajukan dinegara asal.
3.
Penerimaan
Permohonan
Tanggal
penerimaan (filing date) adalah tanggal diterimanya permohonan yang telah
memenuhi persyaratan tersebut (Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000).
Persyaratan ini adalah untuk mempermudah Pemohon mendapatkan tanggal penerimaan
permohonan, dimana tanggal tersebut menentukan saat mulai berlakunya
perhitungan atas Desain Industri yang bersangkutan.
4.
Pemeriksaan
Substantif
Sejak tanggal
dimulainya pengumuman sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 25 ayat (1), setiap
pihak yang berkepentingan dapat mengajukan keberatan tertulis yang mencangkup
hal-hal yang bersifat substantive kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual dengan membayar biaya.
5.
System
Pemeriksaan Desain Industri
Pendekatan dalam
system pemeriksaan industri di Indonesia, yaitu menekankan pada masalah
orisinalitas dan masalah kebaruan. Di samping itu, system desain industri di
Indonesia juga menganut system pemeriksaan tidak murni. Maksudnya, apabila ada
keberatan dalam pendaftaran desain industry tersebut, Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektuan akan melakukan pemeriksaan.
D.
PENGALIHAN HAK DESAIN INDUSTRI
1.
Pengalihan
Nonlisensi
Pengalihan Hak
Desain Industri yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Industri tidak
berakibat hukum pada pihak ketiga.
2.
Pengalihan
dengan Lisensi
Khusus mengenai
pengalihan dengan lisensi, pemegang Hak Desain Industri berhak memberikan
lisensi kepada pihak lain berdasarkan Perjanjian Lisensi. Perjanjian Lisensi
wajib dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Industri.
E.
PEMBATALAN
PENDAFTARAN
1.
Karena
Pembatalan Pemegang Hak
Desain Industri
dapat di batalkan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual atas
permintaan pemegang hak desain industri yang diajukan secara tertulis.
Pembatalan tersebut tidak dapat dilakukan apabila penerima hak desain industri
yang tercatat dalam Daftar Umum Desain Industri tidak memberikan persetujuan
secara tertulis, yang dilampirkan pada permohonan pembatalan pendaftaran
tersebut. Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan penerima
lisensi yang telah memberikan pembayaran royalty kepada pemberi lisensi (Pasal
37 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor
31 Tahun 2000).
2.
Karena
Gugatan Pihak Berkepentingan
Menurut
ketentuan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000, gugatan pembatalan
pendaftaran desain industri dapat juga di ajukan oleh pihak yang berkepentingan
melalui Pengadilan Niaga.
3.
Akibat
Pembatalan Pendaftaran
Pembatalan
pendaftaran Desain Industri menghapuskan segala akibat hukum yang berkaitan
dengan Hak Desain Industri dan hak-hak lain yang berasal dari Desai Industri
tersebut (Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000).
F.
PELANGGARAN
DAN HUKUMAN
1.
Gugatan
Perdata
Pemegang Hak
Desain Industri atau penerima lisensi dapat menggugat siapa pun yang dengan
sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dalm Pasal 9 (membuat,
memakai, menjual, atau mengimpor, mengekspor dan/atau mengedarkan barang yang
diberi Hak Desain Industri).
2.
Tuntutan
Pidana
Jika terdapat
dugaan kuat telah terjadi tindak pidana pelanggaran Hak Desain Industri,
Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil (Penyidik PPNS) yang berwenang khusus
sebagai penyidik melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Desain Industri. Tuntutan pidana ini diatur dalam
Pasal 54 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000.
BAB 15
DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU
A.
Perlunya
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the World
Trade Organisation (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia)
yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property
(Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tanggal 20
Desember 2000 diundangkan lah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu melalui Lembaran Negara Nomor 244 Tahun 2000.
Undang-Undang tersebut dinyatakan berlaku sejak tanggal pengundanagnnya, yaitu
tanggal 20 Desember 2000.
Sistem perlindungan hukum terhadap Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu menganut asas orosinalitas. Suatu Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
dapat dinaggap orisinal apabila merupakan hasil upayan intelektual Pendesain
dan tidak merupakan suatu hal yang sudah bersifat umum bagi para Pendesain.
B.
Beberapa
Konsep
1.
Pendesain
Pendesain adalah seseorang atau beberapa orang yang menghasilkan
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2000). Jika suatu Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dibuat dalam hubungan
dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, Pemegang Hak adalah
pihak yang untuk dan/atau dalam dinasnya Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu itu
dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua belah pihak. Jika suatu
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan
pesanan, orang yang membuat Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu itu dianggap
sebagai Pendesain dan Pemegang Hak.
2.
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga
dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurannya satu dari elemen tersebut
adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam Sirkuit
Terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan
pembuatan Sirkuit Terpadu (Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2000). Yang dimaksud dengan Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk
jadi atau setengah jadi, yang didalamnya terdapat berbagai lemen dan sekurang-kurangnya
satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif.
3.
Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah
ahk eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada Pendesain
atas hasil kreasinya, untuk selama waktu tertentu, melaksanakan sendiri, atau
memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut
(Pasal 1 angka (6) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000).
C.
Pendaftaran
dan Penerimaan
1.
Permohonan Pendaftaran
Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diberikan atas dasar
permohonan. Satu permohonan hanya dapat diajukan untuk satu Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu. Permohonan diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2000. Menurut ketentuan pasal tersebut, Pendesain harus mengajukan permohonan
tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual, yang ditandatangani oleh Pemohon atau Kuasanya dengan membayar
biaya yang ditentukan menurut undang-undang ini.
2.
Tanggal Penerimaan
Tanggal penerimaan adalah tanggal diterimanya permohonan dengan
syarat Pemohon telah mengisi formulir permohonan, melampirkan salinan gambar
atau foto dan uraian dari Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang diimohonkan
dan membayar biaya permohonan (Pasal 14 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000).
Apabila ternyata terdapat kekurangan pemenuhan syarat-syarat kelengkapan,
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual memberiktahukan kepada Pemohon
atau Kuasanya agar kekurangan tersebut terpenuhi dalam waktu tiga bulan
terhitung sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan pemenuhan kekuarangan
trsebut.
3.
Pemberian Hak dan Pengumuman
Setelah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual melakukan
pemeriksaan kelengkapan persyaratan administratif dan permohonan tersebut telah
memenuhi perysratan yang dimaksud, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
memberikan hak atas permohonan yang bersangkutan dan mencatatnya dalam Berita
Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu atau sarana lain (Pasal 20
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000). Dalam jangka waktu paling lama dua bulan
terhitung sejak dipenuhinya persyaratan, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual ,engeluarkan Sertifikat Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Pasal 21
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000).
D.
Pengalihan
Hak
1.
Pengalihan Hak Nonlisensi
Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dapat beralih atau dialihkan
dengan pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain
yang dibenrkan oleh peraturan perundang-undangan. Pengalihan Hak Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu diumumkan dalam Brita Resmi Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu (Pasal 23 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000).
2.
Pengalihan Hak dengan Lisensi
Pemegang Hak berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain
berdasarkan Perjanjian Lisensi untuk melaksanakan semua perbuatan yang dimaksud
dalam Pasal 8 kecuali diperjanjikan lain (Pasal 25 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2000). Perjanjian lisensi wajib dicatatakan dalam daftar Umum Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan
membayar biaya.
E.
Pembatalan
Pendaftaran
1.
Berdasarkan Permintaan Pemegang Hak
Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu dapat dibatalkan oleh Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual atas permohonan tertulis yang diajukan oleh pemegang hak.
2.
Berdasarkan Gugatan Pihak Berkepentingan
Gugatan
pembatalan pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dapat diajukan oleh
pihak yang berkepentingan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 atau
Pasal 3 kepada Pengadilan Niaga. Gugatan
diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat tinggal atau
domisili tergugat. Dalam hal tergugat bertempat tinggal di luar wilayah
Indonesia, gugatan tersebut diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga Jakarta
Pusat.
3.
Acara Kasasi Melalui Mahkamah Agung
Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat (2) tentang pembatalan pendaftaran hanya dapat dimohonkan kasasi (Pasal
32 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000). Permohonan kasasi diajukan paling lama
empat belas hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan atau
diberitahukan kepada para pihak dengan mendaftarkan kepada Panitera Pengadilan
Niaga yang telah memutus gugatan tersebut.
4.
Akibat Pembatalan Pendafaran
Pembatalan pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
menghapuskan segala akibat hukum yang berkaitan dengan Hak Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu dan hak-hak lain yang berasal dari Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu (Pasal 35 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000). Dalam hal pendaftaran
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dibatalkan berdasarkan gugatan, Penerima
Lisensi tetap berhak melaksanakan Lisensinya sampai dengan berakhirnya
jangkawaktu yang ditetapkan dalam Perjanjian Lisensi.
F.
Pelanggaran
dan Hukuman
1.
Gugatan Perdata
Tanpa mengurangi tuntutan pidana, Pemegang Hak atau Penerima Lisensi
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dapat menggugat siapapun yang dengan sengaja
dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 berupa :
a.
Gugatan
ganti kerugian, dan/atau
b.
Penghentian
semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
Gugatan tersebut diajukan ke Pengadilan Niaga (Pasal 38
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000).
2.
Tuntutan Pidana
Apabila ternyata telah terjadi tindak pidana pelanggaran hak di
bidang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000
mengancam dengan hukuman pidana.
Ancaman pidana di bidang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah
sebagai berikut :
a.
Pidana
penjara maksimum 3 tahun, sedangkan di bidang Hak Cipta maksimum 7 tahun, Paten
maksimum 4 tahun dan Merek maksimum 5 tahun;
b.
Denda
maksimum Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta), sedangkan di bidang Hak Cipta
maksimum Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), Paten maksimum Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), dan Merek maksimum Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
c.
Pidana
bersifat alternatif (dan/atau), sama dengan di bidang Hak Cipta, dan Merek yang
juga bersifat alternatif (menggunakan kata “dan/atau”, kecuali Paten bersifat
kumulatif (menggunakan kata “dan”);
d.
Pidana
bersifat delik aduan, sama dengan di bidang Paten dan Merek bersifat delik
aduan. Akan tetapi, Hak Cipta merupakan delik biasa.
BAB XVI
MONOPOLI, PERSAINGAN TIDAK SEHAT
KAITANNYA DENGAN
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
A.
MONOPOLI
1.
Definisi
Monopoli
Menurut
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 2009 bahwa:
“Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan
atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku
usaha atau satu kelompok pelaku usaha”.
Dalam
ketentuan tersebut, terdapat tiga unsur pokok dalam konsep monopoli. Yakni:
a.
Pelaku
usaha
Pelaku
usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia.
b.
Penguasaan
pasar
Penguasaan
adalah pemusatan kekuatan ekonomi yang nyata atas suatu pasar bersangkutan atau satu atau lebih pelaku usaha, sehingga
dapat menentukan harga barang atau jasa.
c.
Objek
penguasaan pasar
Objek
penguasaan pasar dengan posisi dominan oleh pelaku usaha meliputi produksi barang
tertentu, pemasaran barang tertentu, produksi dan pemasaean barang tertentu,
penggunaan jasa tertentu, produksi barang dan pemasaran barang dan penggunaan
jasa tertentu.
2.
Larangan
Praktik Monopoli
Praktik
monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha
yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau
pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan
usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Oleh karena itu praktik
monopoli diatur oleh Undang – undang No. 5 Tahun 1999.
B.
PERJANJIAN
DILARANG DAN DIKECUALIKAN
1.
Perjanjian
yang Dilarang
Beberapa
perjanjian tertentu dilarang oleh undang-undang karena dapat menimbulkan
praktik monopoli dan berdampak tidak baik untuk persaingan pasar. Yakni
perjanjian seperti oligopoly, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan,
kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertical, perjanjian tertutup dan perjanjian
dengan pihak luar negeri.
2.
Perjanjian
yang Dikecualikan
Perjanjian
yang dikecualikan adalah perjanjian yang tidak dilarang oleh undang-undang anti
monopoli. Perjanjian tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Perjanjian
yang bertujuan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b.
Perjanjian
yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual dan perjanjian yang berkaitan
dengan waralaba.
c.
Perjanjian
penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan
atau menghalangi persaingan.
d.
Perjanjian
dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali
barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah
diperjanjikan.
e.
Perjanjian
karna sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat
luas.
f.
Perjanjian
internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia.
g.
Perjanjian
yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan
pasar dalam negeri.
C.
MONOPOLI,
KAITANNYA DENGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
1.
Praktik
Monopoli Tidak Dilarang
Dalam
Pasal 50 huruf (b) ditetukan:
“Yang
dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah perjanjian yang berkaitan
dengan Hak Kekayaan Intelektual, seperti lisensi paten, Merek Dagang, Hak
Cipta, Desain Industri, Rangkaian Elektronik Terpadu, dan Rahasia Dagang, serta
perjanjian yang berkaitan dengan Waralaba (Franchise)”
Undang-undang bidang Hak Kekayaan
Intelektual mengatur bahwa pemilik Hak Kekayaan Intelektual mempunyai hak
eksklusif, yaitu hak menggunakan secara bebas kekayaan intelektualnya, baik
melalui usaha sendiri maupun dengan memberikan lisensi pada pihak lain untuk
ikut memetik manfaat ekonomi atas hak kekayaan intelektualnya itu.
2.
Alasan
Praktik Monopoli Tidak Dilarang
Hak Kekayaan Intelektual adalah hak
pribadi seorang pencipta atau inventor, yang diberikan oleh negara, yang patut
dihargai dan dilindungi hukum agar dapat didorong terus pengembangannya, dan
menjadi dasar pertumbuhan dan perkembangan industri. Apabila larangan monopoli
diberlakukan terhadap Hak Kekayaan Intelektual, dikhawatirkan tidak ada kebebasan
lagi pemiliknya untuk memanfaatkan haknya sendiri. Akibatnya, dapat menghambat
timbulnya ciptaan atau invensi baru dan dapat pula menghambat kemajuan negeri.
D.
PERSAINGAN
TIDAK SEHAT
1.
Definisi
Persaingan
Persaingan adalah bebearapa orang
pengusaha dalam bidang usaha yang sama (sejenis), bersama-sama menjalankan
perusahaan, dalam daerah pemasaran yang sama, masing-masing pengusaha berusaha
keras melebihi yang lain untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya
(purwosutjipto, 1985).
2.
Persaingan
Usaha Tidak Sehat
Persaingan usaha tidak sehat adalah
persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau
pemsaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau
melawan hukum atau menghambat persaingan usaha (Pasal 1 angka 6 Undang-Undang
no.5 Tahun 1999). Persaingan merupakan bagian yang tidak terpisah dari
kehidupan yang dihadapi para pengusaha dalam mencapai tujuannya, yaitu
memperoleh laba yang sebesar-besarnya dan menguasai pasar untuk mengungguli
perusahaan lain serta menjaga laba tersebut.
E.
PERSAINGAN
TIDAK SEHAT, KAITANNYA DENGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
1.
Penggunaan
Paten Tanpa Persetujuan Pemegang Paten
Persaingan usaha tidak sehat dapat
dilakukan dengan cara menggunakan paten tanpa persetujuan pemilik paten. Persaingan usaha tidak sehat bertujuan
memperoleh keuntungan secara tidak halal. Larangan ini tercantum dalam Pasal 16 Undang-Undang
No.14 Tahun 2001.
2.
Penempelan
Merek Dagang Orang Lain pada Barang Dagangan
Penempelan merek dagang orang lain
dilakukan oleh pelaku usaha pesaing pada barang yang diperdagangkannya sehingga
barang yang diperdagangkan itu terkesan seolah-olah barang produk asli dari
perusahaan pemilik merek dagang yang bersangkutan. Dalam hal ini,barang adalah
produk sendiri dari pelaku usaha pesaing,merek dagang yang ditempelkan pada
barang tersebut adalah hasil peniruan terhadap merek dagang dari pemilik asli.
3.
Penggunaan
Merek Sama Pokoknya atau Keseluruhannya
Menurut ketentuan Pasal 76 Undang-Undang
No.15 Tahun 2001:
“Pemilik
merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa
hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa gugatan ganti
kerugian dan/ atau penggunaan merek tersebut. Gugatan tersebut diajukan kepada
pengadilan niaga.”
Selanjutnya,
Pasal 77 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 menentukan:
“Gugatan
atas pelanggaran merek sebagai mana dimaksud dalam Pasal 76 dapat pula diajukan
oleh penerima lisensi merek terdaftar, baik secara sendiri atau bersama-sama
dengan pemilik merek yang bersangkutan”.
4.
Pengungkapan
Rahasia Dagang
Pengungkapan atau pembocoran rahasia
dagang termasuk juga persaingan usaha tidak sehat yang dikategorikan sebagai
perbuatan melawan hukum bidang Hak Kekayaan Intelektual yang diatur dalam
Undang-Undang No.30 Tahun 2000 tentang rahasia dagang. Dalam Pasal 4 huruf b
Undang-Undang N0. 30 ditentukan:
“Pemilik
rahasia dagang memiliki untuk memberikan lisensi kepada atau melarang pihak
lain menggunakan rahasia dagang atau mengungkapkan rahasia dagang itu kepada
pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial”.
F.
PERSAINGAN
TIDAK SEHAT DILARANG PADA HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Apabila praktik monopoli dibolehkan pada
penggunaan hak kekayaan intelektual, sebaiknya persaingan usaha tidak sehat
dilarang pada penggunaan Hak Kekayaan Intelektual, dengan alas an-alasan
sebagai berikut:
1. Persaingan
usaha tidak sehat termasuk perbatan melawan hukum yang dilarang undang-undang
dan ketertiban umum (forbidden by law and
order);
2. Persaingan
usaha tidak sehat melanggar hak ekslusif atas kekayaan intelektual yang
diberikan oleh Negara kepada pencipta atau Inventor yang difatnya merugikan
kepentingan pemegang hak atau merugikan masyarakat (harms to right holder and public interest);
3. Persaingan
usaha tidak sehat dapat mengurangi bahkan menghentikan penciptaan atau invensi
baru (reducer or stop the new works anda
invention) Hak Kekayaan Intelektual, yang berarti mengahambat perkembangan industri
(prevention for industrial development);
Persaingan usaha tidak
sehat merupakan symbol atau atribut kemerosotan moral (moral decline) atau itikad jahat (bad faith) pelaku usaha.
BAB 17
PERLINDUNGAN
VARIETAS TANAMAN
A.
ARTI
PENTING PERLINDUNGAN
Untuk memenuhi
berbagai keinginan di dalam negeri dan antisipasi perubahan lingkungan
strategis internasional, sektor pertanian harus mampu meningkatan daya saing
produk yang dihasilkan. Peningkatan daya saing ini bukan hanya penting bagi
komoditas berorientas ekspor, melainkan juga bagi komoditas untuk kebutuhan
domestik. Upaya peningkatan daya sering dapat dilakukan, antara lain, dengan
peningkatan produktivitas, mutu, dan pengembangan sistem agribisnis secara
terpadu.
B.
LINGKUP
PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN
1.
Beberapa
Konsep
a.
Varietas
Tanaman
Varietas tanaman adalah sekelompok tanaman dari suatu jenisatau
spesies yang ditandai olehbentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga,
biji, dan ekspresi karakteristik genotype atau kombinasi genotype yang dapat
membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat
yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan. Varietas
tanaman tersebut dikembangkan melalui pemulihan tanaman, yaitu rangkaian
kegiatan penelitian dan pengujian atau kegiatan penemuan dan pengembangan suatu
varietas.
b.
Perlindungan
Varietas Tanaman
Perlindungan
varietas tanaman adalah perlindungan khusus yang diberikan negara, yang dalam
hal ini diwakili oleh pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor
Perlindungan Varietas Tanaman terhadap Varietas Tanaman yang dihasilkan oleh
Pemulia Tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Waktu tertentu perlindungan
yang dimaksud adalah 20 tahun untuk tanaman semusim dan 25 tahun untuk tanaman
tahunan.
c.
Kantor
Perlindungan Varietas Tanaman
Kantor
Perlindungan Varietas Tanaman adalah unit organisasi di lingkungan departemen
yang melakukan tugas dan kewenangannya di bidang perlindungan Varietas Tanaman.
Departemen yang dimaksud adalah Departemen Pertanian, yang dipimpin oleh
Menteri Pertanian. Kantor perlindungan Varietas Tanaman merupakan unit
organisasi di lingkungan Departemen Pertanian yang diberi tugas dan wewenang
untuk elakukan pencatatan Permohonan, penerimaan, pemeriksaan, mengumumkan
Varieatas Tanaman yang diberikan perlindungan.
C.
HAK
DAN KEWAJIBAN PEMEGANG HAK
1.
Hak
Pemegang Hak Perlindungan
Pemegang
hak perlindungan Varietas Tanaman memiliki hak untuk menggunakan dan memberikan
persetujuan kpada orang atau badan hukum lain untuk menggunakan varietas berupa
benih dan hasil panen yang digunkan untuk propagasi (Pasal 6 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000).
Perbanyakan
benih adalah usaha produksi benih. Benih dapat berwujud dalam berbagai bentuk,
seperti biji, batang, mata temple, batang bawah, dalam bibit kultur jaringan.
Penyiapan untuk ujuan propagasi lebih ditekankan pada usaha-usaha proses dan
teknik propagasi, seperti penyiapan mata temple, bibit kultur jaringan, dan
sebagainya.
2.
Kewajiban
Pemegang Hak Perlindungan
Pemegang
hak perlindungan Varietas Tanman berkewajiban:
a.
Melaksanakan
Hak Perlindungan Varietas Tanamannya di Indonesia;
b.
Membayar
biaya tahunan Perlindungan Varietas Tanaman;
c.
Menyediakan
dan menunjukan contoh benih varietas yang telah mendapatkan hak Perlindungan
Varietas Tanaman di Indonesia (Pasal 9
ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000).
Dikecualikan
dari kewajiban melaksanakan hak Perlindungan Varietas Tanaman di Indonesia
apabila peaksanaan Perlindungan Varietas Tanaamn tersebut secara teknis dan
atau ekonomi tidak layak dilaksanakan di Indonesia (Pasal 9 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000).
D.
PERMOHONAN
HAK PERLINDUNGAN
1.
Pengajuan
Permohonan
Permohonan
hak Perlindungan Varietas Tanaman diajukan kepada Kantor Perlindungan Varietas
Tanaman secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan membayar biaya yang ditetapkan
oleh Menteri Pertanian.
Permohonan
Perlindungan Varietas Tanaman harus diajukan oleh pemohon. Dalam hal permohonan
hak diajukan oleh orang atau badan hukum selaku kuasa Pemohon, harus disertai
surat kuasa khusus dengan mencantumkan nama dan alamat lengkap kuasa yang
berhak. Jika permohonan diajukan oleh ahli waris, harus disertai dokumen bukti
ahli waris.
2.
Penerimaan
Permohonan
Permohonan
hak Perlindungan Varietas Tanaman dianggap diajukan pada tanggal penerimaan
surat Permohonan hak oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman dan teah
diselesaikan pembayaran biayanya. Tanggal penerimaan surat surat Permohonan hak
Perlindungan Varietas Tanaamn adalah tanggal pada saat Kantor Perlindungan
Varietas Tanaman menerima surat Permohonan hak yang telah memenuhi
syarat-syarat secara lengkap.
3.
Larangan
Mengajukan Permohonan dan Kewajiban Menjaga Kebersihan
Selama
masih terikat dinas aktif singga selama satu tahun sesudah pensiun atau
berhenti karena sebab apa pun di kantor Perlindungan Varietas Tanaman, pegawai Kantor
Perlindungan Varietas Tanaman atau orang yang karena penguasaannya bekerja
untuk dan atas nama Kantor Perlindungan Varietas Tanaman, dilarang mengajukan
Permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman, memperoleh hak atau memegang hak
yang berkaitan dengan Perlindungan Varietas Tanaman, kecuali jika pemilikan hak
Perlindungan Varietas Tanaman itu diperoleh karena warisan (Pasal 22
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2003).
4.
Pengumuman
Permohonan
Kantor
perlindungan Varietas Tanaman mengumumkan hak Perlindungan Varietas Tanamn yng
telah memenuhi ketentuan Pasal 11 dan atau Pasal 14 serta tidak ditarik kembali
(Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000). Pengumuman surat
Permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman dimaksudkan agar masyarakat luas
mengetahui adanya Permohonan hak Perlindungna Varietas Tanaman atas suatu
varietas. Tenggang waktu
untuk Permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman dengan hak prioritas
diberikan lebih lama mengingat proses pemeriksaan persyaratan Permohonan dengan
hak prioritas oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman memerlukan waktu yang
lebih lama.
5.
Pemeriksaan
Substantif
Permohonan
pemeriksaan substantif dan permohonan
hak Perlindungan Varietas Tanaman harus diajukan secara tertulis ke Kantor
Perlindungan Varietas Tanaman selambat-lambatnya satu bulan setelah beraksirnya
masa pengumuman dengan membayar biaya pemeriksaan tersebut. Besarnya biaya
pemeriksaan substantif ditetapkan oelh Menteri Pertanian (Pasal 29 Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2000). Apabila dalam jangka waktu satu bulan setelah berakhirnya
pengumuman, Kantor Perlindungan Varietas Tanaman belum menerima Permohonan
Pemeriksaan tersebut, Permohonan perlindungan Varietas Tanaman dianggap ditarik
kembali.
6.
Pemberian
atau Penolakan permohonan
Kantor
perlindungan Varietas Tanaman harus memutuskan untuk memberi atau menolak
Permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman dalam waktu selambat-lambatnya 24
bulan terhitung sejak tanggal Permohonan pemeriksaan subtantif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1).
7.
Permohonan
Banding
Permohonan
banding diajukan secara tertulis oleh Pemohon hak Perlindungan Varietas Tanaman
atau kuasa hukumnya kepada Komisi Banding Perlindungan Varietas Tanaman
disertai uraian secara lengkap keberatan terhadap penolakan Permohonan hak
berikut alasannya dan selambat-lambatnya tiga bulan sejak tanggal pengiriman
surat penolakan Permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman dengan tembsan
kepada Kantor Perlindungan Varietas Tanaman (Pasal Pasal 36 ayat (2)
Undang-Undnag Nomor 29 Tahun 2000).
E.
PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN
1.
Pengalihan
Hak Perlindungan Varietas Tanaman
Menurut
ketentuan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000, hak Perlindunagn Varietas
Tanaman dapat beralih dan dilaihkan karena pewarisan,hibah, wasiat, perajnjian
dalam bentuk akta notaries, atau sebab lain yang dibenarkan oleh Unndag-Undang
.
Pengalihan hak
Perlindungan varietas Tanman tidak menghapus hak pemulia untuk tetap
dicantumkan nama dan identitas lainnya daam sertifikat hak Perlindungan Varietas
Tanaman yang bersangkutan serta hak memperoleh imbalan.
2.
Pengalihan
Hak Melalui Lisensi
Lisensi adalah
izin yang diberikan oleh pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman kepada
orang atau badan hukum lain untuk menggunakan seluruh atau sebgaian hak
Perlindunan Varietas Tanaman. Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2000 menentukan, Pemegang hak Perlindungna Varietas Tanaman berhak memberi
lisensi kepada orang atau badan hukum lain berdasarkan surat perjanjian liensi.
3.
Lisensi
Wajib
Lisensi wajib
adalah lisensi yang diberikan oleh Pemegang hak Perlindungan Varietas Tanamn
kepada pemohon berdasarkan puusan Pengadilan Negeri. Menurut ketentuan Pasal 44
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000, setiap orang atau badan hukum, setelah lewat
jangka waktu 36 bulan terhitung sejak tanggal pemberian hak Perlindungan
Varietas Tanaman, dapat mengajukan permintaan lisensi wajib kepada Pengadilan
negeri untuk menggunakan hak Perlindungan Varietas Tanaman yang bersangkutan.
F.
BERAKHIRNYA
HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN
1.
Berakhirnya
Jangka WaktuPerlindungan
Pasal 56
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 menentukan tiga cara berakhirnya hak
Perlindungan Varietas Tanaman, yaitu:
a.
Karena
berakhirnya jangka waktu perlindungan;
b.
Karena
pembatalan;
dan
c.
Karena
pencabutan.
2.
Pembatalan
Hak Perlindungan Tanaman
Pasal 58
Undang-Undang Nomor 29 tahun 2000 menentukan bahwa pembatalan hak Perlindungan
Varietas Tanaman dilakukan oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman.
3.
Pencabutan
Hak Perlindungan varietas Tanaman
Pasal 50
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 menentukan bahwa pencabutan hak Perlindungan
Varietas Tanaman dilakukan oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman.
G.
HAK
MENUNTUT DAN SANKSI HUKUM
1.
Tuntutan
Perdata
Pemegang Perlindungan
Varietas Tanaman atau Pemegang Lisensi wajib berhak menuntut ganti kerugian
melalui Pngadilan Negeri kepada siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6.
Hak untuk
menajukan
tuntutan ganti kerugian tidak mengurangi hak Negara untu kmelakukan
tuntutan pidana terhadp pelanggar hak Perlindungan Varietas Tanaman.
2.
Tuntutan Pidana
Pasal 71 Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2000 menentukan:
“Barang siapa dengan sengaja melakukan salah satu kegiatan yang ditentukan
dalam Pasal 6 tanpa persetujuan Pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman,
dipidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp
2.500.000000,00 (Dua Setengan Miliar Rupiah)”.